Jama'ah Tabligh
Tulisan: Abu Ihsan Al-Atsary Al-Medany
Gerakan dakwah yang dibidani oleh Muhammad Ilyas Al-Kandahlawi
ini merupakan salah satu gerakan dakwah Tashawwuf yang sudah menyebar ke berbagai negara Islam maupun non Islam. Secara lahir
gerakan ini nampak baik , karena banyak orang-orang yang dahulunya berandalan menjadi terbimbing melaksanakan ibadah lewat
jamaah ini. Namun akhirnya para Ulama mengetahui kebobrokan aqidah kelompok ini, satu persatu ketahuan bid'ah-bid'ah yang
ada dalam gerakan ini.
Selain itu, pada dasarnya dakwah
ini memang diilhami dari pemahaman tasawwuf atau tarekat. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa mereka adalah Shufiyyah 'Ashriyah
(tasawwuf model baru). Gerakan ini berbasis di negara India dan disanalah gerakan ini pertama sekali muncul. Demikian juga
di Pakistan dan Bangladesh. Sehingga ketiga negara tersebut (India, Pakistan, dan Bangladesh) merupakan dareah sasaran utama
bagi anggota-anggota mereka untuk khuruj. Di Indonesia jama'ah ini sangat berkembang terutama di daerah timur Indonesia.
Makna kalimat tauhid menurut
jamaah Tabligh
Jama'ah Tabligh mempunyai kalimat
rahasia yang digunakan sebagai asas tegaknya jama'ah mereka yaitu Segala sesuatu (walaupun merupakan kebenaran) yang bisa
menyebabkan orang lari atau berpecah-belah atau berselisih maka harus ditinggalkan dan disingkirkan jauh-jauh
Oleh karena hal ini maka mereka
menafsirkan kalimat tauhid Laa ilaha illa LLah dengan makna Rububiah. Dengan penafsiran beginilah maka kaum muslimin tidak
akan berselisih dan berpecah belah. Sebab jika ditafsirkan dengan makna Uluhiah atau Asma' wa Sifat maka hal ini bisa membuat
kaum muslimin lari dari mereka, tidak menerima dakwah mereka dan lebih parah lagi anggota-anggota mereka akan bubar. Hal ini
dikarenakan anggota-anggota mereka ada yang Mathurudiah, Asya'iroh dan lain sebagainya. (lihat Qutbiah hal-10) Mereka menafsirkan
makna Laa ilaha illa LLah bahwasanya hanya Allah yang menciptakan, memberi rezeki, dan makna-makna yang lainnya yang merupakan
makna-makna tauhid rububiah. Padahal Kaum musyrikin Arab dulu juga mengakui tauhid ini.
Sehingga didapatkan ada diantara
mereka yang menganggap bahwa sahabat nabi tidak mengetahi memahami tauhid. Sebagaimana ada sebuah kisah seorang guru yang
merupakan anggota Jama'ah Tabligh sedang mengajar di sebuah madrasah ibtida'iah. Dia mnjelaskan tentang kecintaan kepada khulafaur
Rosidin. Lalu sampailah dia pada kisah Umar bin Khatab yang di masa beliau timbul kelaparan dan paceklik. Lalu Umar pun menirim
surat kepada amir-amir kota untuk membantu memberi rezeki keepadanya. Sehingga Umarpun menyeleweng dari agama disebabkan pengambilan
sebab (yaitu Umar meminta tolong kepada manusia). Kemudian guru tersebut berkata pada murid-muridnya :Jika diantara kalian
ada yang tertimpa kebakaran atau tenggelam maka janganlah dia berteriak dan menyeru manusia (untuk menolongnya), sebab menyeru
kepada manusia adalah kesyirikan. Guru tersebut telah menghilangkan pengambilan sebab dan telah menganggap Umar tidak memahami
tauhid karena telah mengambil sebab yang menurut guru tersebut hal itu adalah kesyirikan. (lihat al-qoul al-baligh hal-47-48)
Syirik dan khurafat yang terdapat
dalam kitab Tablighi Nishab (Manhaj Jamaah Tabligh).
Didalamnya terdapat :
1. Tawaasul dengan Nabi
2. Berlebih-lebihan dalam memuji
Rasulullah
3. Meminta syafaat kepada selain
Allah.
4. Berlebih-lebihan terhadap orang
shalih.
5. Wihdatulwujud.
6. Hikayat khurafat.
7. Ajaran-ajaran Shufiyah yang
sesat.
8. Hadits-hadits Dhoif, Dusta dan
Palsu.
Fatwa terakhir Syaikh Bin
Baz dan Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahumallah
Dalam buku yang berjudul Jilaaul
Adzhan karangan Ghulam Musthafa Hasan dicantumkan fatwa-fatwa syaikhaini yang isinya adalah dukungan dan rekomendasi bagi
gerakan Jamaah Tabligh ini. Namun sangat disayangkan penulis buku tersebut tidak mencantumkan fatwa terakhir dari kedua Syaikh
tersebut. Selayaknya ia mencantumkan fatwa syaikh yang memansukhkan (menghapus) fatwa sebelumnya, karena hal itu merupakan
tuntutan amanah ilmiyah. Sehingga tidak timbul anggapan bahwa rekomendasi dari syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Ibrahim
masih tetap berlaku! Kedua fatwa itu adalah sebagai berikut:
Fatwa terakhir Syaikh Muhammad
Bin Ibrahim
Dari Muhammad bin Ibrahim kepada
Hadrat Putera Mahkota Kerajaan Al-Amir Khalid bin Su'ud, Ketua Dewan Kerajaan Yang Terhormat.
As-Salamu 'Alaikum Wa Rahmatullahi
Wa Barakatuhu
Saya telah menerima surat dari
yang Mulia nomor 37/4/5 dengan tanggal 21/1/1382H, yaitu permintaan dari Muhammad bin Abdul Hamid dan Syah Ahmad Nurani dan
Abdussalam Al-Qadiri dan Su'uud Ahmad Dahlawi kepada Paduka Raja yang Mulia, tentang permintaan bantuan untuk proyek Jam'iyyah
mereka yang bernama Kuliyyatud-Dakwah Wat-Tablighil-Islamiyyah demikian pula tentang tiga buah kitab yang disertakan bersama
surat mereka. Saya jelaskan kepada yang Mulia bahwa Jam'iyyah ini tidak ada kebaikan padanya sebab ia adalah jam'iyyah bidah
lagi sesat. Setelah membaca ketiga buku yang disertakan tersebut kami mendapatkan ketiga kitab itu penuh dengan kesesatan
dan bidah dan ajakan kepada penyembahan kuburan dan syirik serta banyak lagi perkara yang tidak bisa didiamkan begitu saja.
Oleh karena itu kami akan membantahnya InsyaAllah dan menyingkap kesesatan seta memberantas kebathilannya. Allah pasti menolong
Agama-Nya dan meninggikan Kalimat-Nya
As-Salamu 'Alaikum Wa Rahmatullahi
Wa Barakatuh
29/1/1382H
(Adapun surat Syaikh Muhammad bin
Ibrahim kepada para ulama di Al-Ahsa' dan Kawasan Timur yang isinya adalah permohonan agar memberikan bantuan kepada Jamaah
Tabligh tertanggal 19/5/1373H yaitu 9 tahun sebelumnya.)
Fatwa terakhir Syaikh Bin
Baz yang dikeluarkan pada tahun 1416 H
Ada yang bertanya kepada Syaikh
sebagai berikut:
Wahai Syaikh yang Mulia, kami sering
mendengar tentang Jamaah Tabligh dan dakwah yang mereka sebarkan, Bolehkah saya ikut berkecimpung dalam Jamaah ini ? Saya
mohon nasehat dan pengarahan dari Anda semoga Allah membalas Anda dengan Pahala yang besar
Jawab :
Setiap Orang yang menyeru kepada
Agama Allah maka ia adalah Muballigh. (Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat). Akan tetapi Jamaah Tabligh dari India yang
sudah dikenal ini, terdapat khurafat, bidah dan perbuatan syirik pada mereka. Maka tidak boleh khuruj bersama mereka kecuali
seseorang yang memiliki ilmu dengan maksud untuk mengingkari (kemungkaran-kemungkaran mereka) dan memberikan pelajaran kepada
mereka. Akan tetapi apabila hanya sekedar khuruj mengikuti mereka maka hal itu tidak boleh , disebabkan khurafat, kesalahan
dan minimnya ilmu yang ada pada mereka. Apabila yang khuruj bersama mereka adalah orang alim dan berilmu dalam rangka berdakwah
kepada jalan Allah dan memberikan pengarahan dan bimbingan kepada kebaikan serta mengajari mereka sehingga meninggalkan cara
mereka yang bahil dan berpegang kepada manhaj ahlu sunnah Wal Jamaah, maka hal itu dibolehkan.(dicuplik dari kaset Ta'qib
Samahatusy-Syaikh Abdul-Aziz bin Baz 'Alaa An-Nadwah)
(Sedangkan surat-surat Syaikh Bin
Baz yang berisi rekomendasi bagi Jamaah Tabligh dikelurkan pada tahun 1407 H yaitu 9 tahun sebelumnya).
Khurujnya Jama'ah Tabligh
Syaikh al-Allamah Muhammad Nashiruddin
al-Albani dalam FATAWA AL-IMARATIAH (hal-30) ditanya tentang Jama'ah Tabligh, beliau memberikan jawaban berikut ini:
Dakwah Jama'ah Tabligh adalah dakwah
Sufi masa kini yang tidak berpijak pada kitab Allah dan sunnah Rosul-Nya.
Khuruj (keluar untuk berdakwah)
yang mereka lakukan dan mereka tentukan selama 3 hari atau 40 hari tidak pernah menjadi amalan generasi Salaf, dan bahkan
tidak pernah pula menjadi amalan generasi Khalaf (kaum mataakhirin). Yang mengherankan, mereka keluar untuk tabligh (menyampaikan
dakwah), padahal mereka sendiri mengakui bahwa mereka bukanlah ahlinya untuk tabligh.
Tabligh (menyampaikan dakwah) sepantasnya
hanyalah dikerjakan oleh orang-orang yang berilmu, seperti halnya pernah dilakukan oleh Rosulullah ketika mengutus delegasinya
yang terdiri dari para shahabat yang alim untuk mengajarkan Islam kepada ummat. Misalnya beliau mengutus Ali bin Abi Tholib
seorang diri, mengutus Mu'adz bin Jabal seorang diri (untuk menyampaikan dakwah kepada ummat) dan tidak pernah mengutus serombongan
shahabat lain untuk menyertai individu-individu utusan Rosul tersebut. Sekalipun mereka adalah juga shahabat-shahabat Rosul,
namun ilmunya tidak dapat menyamai individu-individu para shahabat yang diutus beliau.
Karena itulah, kami menasehati
agar mereka (orang-orang Jama'ah Tabligh) mau belajar dan memperdalam pemahaman mereka tentang agama. Kemudian, dalam kepergiannya
ke negeri kafir untuk berdakwah, sesungguhnya mereka menghadapi fitnah yang jelas sekali, padahal tidak mereka memahami bahasa
orang-orang kafir tersebut. Di sisi lain , tidak jarang mereka berdalil dengan perkataan : Lihatlah para sahabat,......mereka
ada yang Mekah dan ada pula yang berasal dari Madinah, namun kuburan-kuburan mereka ada yang di negeri Bukhara dan ada yang
di negeri Samarkand. (Jika demikian dalil mereka), maka jawabannya adalah betapa inginnya kita seandainya bisa keluar (khuruj)
sebagaimana para shahabat dulu telah keluar (khuruj). Mereka keluar untuk berjihad dalam peperangan. Artinya, analogi (pengkiasan)
orang-orang Jema'ah Tabligh diatas adalah analogi yang tidak pada tempatnya. Kita tidak mengingkari amar ma'ruf nahi mungkar,
tetapi kita mengingkari tanzhim (pengorganisasian dakwah) yang bernama Jama'ah Tabligh ini.
Sesungguhnya ada salah seorang tokoh Jama'ah
Tabligh menyusun sebuah risalah. Ketika sampai pada penjelasan kalimat Laa ilaha illa LLah, ia menafsirkannya dengan penafsiran
Tidak ada yang disembah kecuali Allah... Bagaimana mungkin tidak ada yang disembah selain Allah, padahal berhala-berhala yang
disembah (selain Allah) jumlahnya banyak sekali. Para ulama menafsirkan kalimat tersebut dengan :Tidak ada yang disembah dengan
benar selain Allah. Kalau yang disembah secara tidak benar, (maka jumlahnya banyak ). Lata disembah, Uzza disembah, Manat
disembah, Api disembah dan seterusnya...