Sholat
Kutipan
dari situs http://www.sholat-kita.cjb.net/ (Di nukil dari karya Syekh Nashisruddin Al Bani Kitab Shifatu Shalaati an Nabiyyi Shallallahi 'Alaihi wa Sallam
min at-Takbiiri ilaa at Tasliimi Ka-annaka Taraahaa,Baca ..RUJUKAN di bawah)
Sholat
berasal dari bahasa Arab
As-Sholah
Definisi (ta'rif/pengertian):
Sholat secara Bahasa
(Etimologi) berarti Do'a
Sedangkan secara
Istilah/Syari'ah (Terminologi), sholat adalah perkataan dan perbuatan tertentu/khusus yang dibuka/dimulai dengan takbir (takbiratul
ihram) diakhiri/ditutup dengan salam.
Sholat merupakan
rukun perbuatan yang paling penting diantara rukun Islam yang lain sebab ia mempunyai pengaruh yang baik bagi kondisi akhlaq
manusia. sholat didirikan sebanyak lima kali setiap hari, dengannya akan didapatkan bekas/pengaruh yang baik bagi manusia
dalam suatu masyarakatnya yang merupakan sebab tumbuhnya rasa persaudaraan dan kecintaan diantara kaum muslimin ketika berkumpul
untuk menunaikan ibadah yang satu di salah satu dari sekian rumah milik Allah subhanahu wa ta'ala (masjid).
HUKUM
SHOLAT
Melaksanakan sholat
adalah wajib 'aini bagi setiap orang yang sudah mukallaf (terbebani kewajiban syari'ah), baligh (telah dewasa/dengan ciri
telah bermimpi), dan 'aqil (berakal).
Allah berfirman:
"Dan tidaklah mereka
diperintah kecuali agar mereka hanya beribadah/menyembah kepada Allah sahaja, mengikhlaskan keta'atan pada-Nya dalam (menjalankan)
agama dengan hanif (lurus), agar mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, demikian itulah agama yang lurus". (Surat
Al-Bayyinah:5).
PENETAPAN
SHOLAT
Diantara sekian
banyak bentuk ibadah dalam Islam, sholat adalah yang pertama kali di tetapkan kewajibannya oleh Allah subhanahu wa ta'ala,
Nabi menerima perintah dari Allah tentang sholat pada malam mi'raj (perjalanan ke langit) tanpa perantara.
Anas berkata: "sholat
diwajibkan kepada Nabi sebanyak 50 reka'at pada malam ketika beliau diperjalankan (isra'-mi'raj), kemudian dikurangi hingga
menjadi tinggal 5 roka'at kemudian ada yang menyerunya: Wahai Muhammad hal tersebut tidak seperti harapanku namun bagimu yang
5 roka'at itu setara dengan 50 roka'at."
(Dikeluarkan oleh
Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i).
HIKMAH
SHOLAT
Sholat disyari'atkan
sebagai bentuk tanda syukur kepada Allah, untuk menghilangkan dosa-dosa, ungkapan kepatuhan dan merendahkan diri di hadapan
Allah, menggunakan anggota badan untuk berbakti kepada-Nya yang dengannya bisa seseorang terbersih dari dosanya dan tersucikan
dari kesalahan-kesalahannya dan terajarkan akan ketaatan dan ketundukan.
Allah telah menentukan
bahwa sholat merupakan syarat asasi dalam memperkokoh hidayah dan ketakwaan, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
"Alif Laaam Miiim.
Kitab (Al Qur-an) tidak ada keraguan di dalamnya, menjadi petunjuk bagi mereka yang bertakwa. Yaitu mereka yang beriman kepada
yang ghaib, mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka." (QS. Al Baqarah : 1-2).
Di samping itu
Allah telah mengecualikan orang-orang yang senantiasa memelihara sholatnya dari kebiasaan manusia pada umumnya: berkeluh kesah
dan kurang bersyukur, disebutkan dalam fiman-Nya:
"Sesungguhnya manusia
diciptakan bersifat keluh kesah dan kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan
ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan sholat, yang mereka itu tetap mengerjakan sholat." (QS Al Ma'arij: 19-22
KEDUDUKAN
SHOLAT
Sholat merupakan
salah satu rukun Islam setelah syahadatain. Dan amal yang paling utama setelah syahadatain. Barangsiapa menolak kewajibannya
karena bodoh maka dia harus dipahamkan tentang wajibnya sholat tersebut, barangsiapa tidak meyakini tentang wajibnya sholat
(menentang) maka dia telah kafir. Barangsiapa yang meninggalkan sholat karena menggampang-gampangkan atau malas, maka wajib
baginya untuk bertaubat kepada Allah.
Bersabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam:
"Pemisah di antara
kita dan mereka (orang kafir) adalah sholat. Barangsiapa meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir."
(HR. Ahmad, Abu
Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah).
Sholat dalam Islam
mempunyai kedudukan yang tidak disamai oleh ibadah-ibadah lainnya. Ia merupakan tiangnya agama ini. Yang tentunya tidaklah
akan berdiri tegak kecuali dengan adanya tiang tersebut.
Sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menegaskan:
"Pondasi (segala)
urusan adalah Islam, dan tiangnya (Islam) adalah sholat, sedangkan yang meninggikan martabatnya adalah jihad fi sabilillah."
(HR. Tirmidzi,
Ibnu Majah dan Ahmad. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Sholat merupakan
kewajiban mutlak yang tidak pernah berhenti kewajiban melaksanakannya sekalipun dalam keadaan takut, sebagaimana firman Allah
Ta'ala menunjukkan:
"Peliharalah segala
sholat(mu), dan (peliharalah) sholat wustha. Jika kamu dalam keadaan takut (akan bahaya), maka sholatlah sambil berjalan atau
berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (sholatlah) sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadamu
apa yang belum kamu ketahui." (QS. AL-baqarah : 238 - 239).
Sholat adalah ibadah
yang pertama kali diwajibkan Allah dan nantinya akan menjadi amalan pertama yang dihisab di antara malan-amalan manusia serta
merupakan akhir wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya:
"Sholat, sholat
dan budak-budak yang kamu miliki."
(HR. Ibnu Majah
dan Ahmad. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Sholat yang nantinya
akan menjadi amalan terakhir yang hilang dari agama ini. Jika sholat telah hilang, berarti hilanglah agama secara keseluruhan.
Untuk itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan dengan sabdanya:
"Tali-tali (penguat)
Islam sungguh akan musnah seikat demi segera berpegang dengan ikatan berikutnya (yang lain). Ikatan yang pertama kali binasa
adalah hukum, dan yang terakhir kalinya adalah sholat."
(HR. Ahmad, Ibnu
Hibban dan Al-Hakim. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
RUKUN-RUKUN
SHOLAT
Rukun sholat adalah
setiap bagian sholat yang apabila ketinggalan salah satunya dengan sengaja atau karena lupa maka sholatnya batal (tidak sah).
1. Berdiri bagi
yang mampu, bila tidak mampu berdiri maka dengan duduk, bila tidak mampu duduk maka dengan berbaring secara miring atau terlentang.
2. Takbiratul Ihram
() ketika memulai sholat
3. Membaca Al Fatihah
4. Rukuk
5. I'tidal
6. Sujud
7. Bangun dari
sujud
8. Duduk diantara
dua sujud
9. Tuma'ninah dalam
setiap rukun
10. Tasyahud Akhir
11. Duduk Tasyahud
Akhir
12. Shalawat atas
Nabi pada Tasyahud Akhir
13. Tertib pada
setiap rukun
14. Salam
HAL YANG WAJIB DALAM SHOLAT
Hal yang wajib
dalam sholat adalah bagian sholat yang apabila ketinggalan salah satunya dengan sengaja maka sholatnya batal (tidak sah),
tapi kalau tidak sengaja atau lupa maka orang yang sholat diharuskan melakukan sujud sahwi.
1. Semua takbir
selain takbiratul ihram
2. Melafadzkan
: SUBHANA RABBIYAL A'DZIIM pada saat ruku'
3. Melafadzkan
: SAMI'ALLAHULIMAN HAMIDAH bagi Imam dan pada saat sholat sendiri
4. Melafadzkan
: RABBANA WALAKAL HAMDU bagi Imam, makmum dan pada saat sholat sendiri
5. Melafadzkan
: SUBHANA RABBIYAL A'LA pada saat sujud
6. Melafadzkan
: RABIGHFIRLII pada saat duduk diantara dua sujud
7. Tasyahud awal
8. Duduk Tasyahud
awal
HAL
YANG SUNNAH DALAM SHOLAT
Hal yang sunnah
dalam sholat adalah bagian sholat yang tidak termasuk dalam rukun maupun wajib, tidak membatalkan solat baik ditinggalkan
secara sengaja maupun lupa.
1. Mengangkat kedua
tangan ketika takbir.
2. Membaca do'a
istiftah/iftitah
3. Membaca ta'awudz
ketika memulai qiro'ah (bacaan)
4. Membaca surat
dari Al-Qur'an setelah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang awal
5. Meletakkan dua
tangan pada lutut selama rukuk
6. Meletakkan tangan
kanan diatas tangan kiri selama berdiri
7. Mengarahkan
pandangan mata ke tempat sujud selama sholat (kecuali waktu tasyahud- pent)
HAL
YANG MEMBATALKAN SHOLAT
1. Berbicara ketika
sholat
2. Tertawa
3. Makan dan minum
4. Berjalan terlalu
banyak tanpa ada keperluan
5. Tersingkapnya
aurat
6. Memalingkan
badan dari kiblat
7. Menambah rukuk,
sujud, berdiri atau duduk secara sengaja
8. Mendahului imam
dengan sengaja
HAL YANG MAKRUH DALAM SHOLAT
1. Memejamkan dua
mata
2. Menoleh tanpa
keperluan
3. Meletakkan lengan
dilantai ketika sujud
4. Banyak melakukan
gerakan yang sia-sia, misal: main-main dengan jam (melihat jam, mengakurkan jam, memperbaiki tali jam, membersihkan jam dll),
mempermainkan baju, atau lainya
TATA CARA SOLAT
MENGHADAP KA'BAH
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bila berdiri untuk sholat fardhu atau sholat sunnah, beliau menghadap Ka'bah. Beliau memerintahkan berbuat
demikian sebagaimana sabdanya kepada orang yang sholatnya salah:
"Bila engkau berdiri
untuk sholat, sempurnakanlah wudhu'mu, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah."
(HR. Bukhari, Muslim
dan Siraj).
Tentang hal ini
telah turun pula firman Allah dalam Surah Al Baqarah : 115:
"Kemana saja kamu
menghadapkan muka, disana ada wajah Allah."
Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pernah sholat menghadap Baitul Maqdis, hal ini terjadi sebelum turunnya firman Allah:
"Kami telah melihat
kamu menengadahkan kepalamu ke langit. Kami palingkan kamu ke kiblat yang kamu inginkan. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu
ke sebagian arah Masjidil Haram." (QS. Al Baqarah : 144).
Setelah ayat ini
turun beliau sholat menghadap Ka'bah.
Pada waktu sholat
subuh kaum muslim yang tinggal di Quba' kedatangan seorang utusan Rasulullah untuk menyampaikan berita, ujarnya, "Sesungguhnya
semalam Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mendapat wahyu, beliau disuruh menghadap Ka'bah. Oleh karena itu, (hendaklah)
kalian menghadap ke sana." Pada saat itu mereka tengah menghadap ke Syam (Baitul Maqdis). Mereka lalu berputar (imam mereka
memutar haluan sehingga ia mengimami mereka menghadap kiblat). (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Siraj, Thabrani, dan Ibnu Sa'ad.
Baca Kitab Al Irwa', hadits No. 290).
BERDIRI
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengerjakan sholat fardhu atau sunnah berdiri karena memenuhi perintah Allah dalam QS. Al Baqarah : 238.
Apabila bepergian, beliau melakukan sholat sunnah di atas kendaraannya. Beliau mengajarkan kepada umatnya agar melakukan sholat
khauf dengan berjalan kaki atau berkendaraan.
"Peliharalah semua
sholat dan sholat wustha dan berdirilah dengan tenang karena Allah. Jika kamu dalam ketakutan, sholatlah dengan berjalan kaki
atau berkendaraan. Jika kamu dalam keadaa aman, ingatlah kepada Allah dengan cara yang telah diajarkan kepada kamu yang mana
sebelumnya kamu tidak mengetahui (cara tersebut)." (QS. Al Baqarah : 238).
MENGHADAP SUTRAH
Sutrah (pembatas
yang berada di depan orang sholat) dalam sholat menjadi keharusan imam dan orang yang sholat sendirian, sekalipun di masjid
besar, demikian pendapat Ibnu Hani' dalam Kitab Masa'il, dari Imam Ahmad.
Beliau mengatakan,
"Pada suatu hari saya sholat tanpa memasang sutrah di depan saya, padahal saya melakukan sholat di dalam masjid kami, Imam
Ahmad melihat kejadian ini, lalu berkata kepada saya, 'Pasanglah sesuatu sebagai sutrahmu!' Kemudian aku memasang orang untuk
menjadi sutrah."
Syaikh Al Albani
mengatakan, "Kejadian ini merupakan isyarat dari Imam Ahmad bahwa orang yang sholat di masjid besar atau masjid kecil tetap
berkewajiban memasang sutrah di depannya."
Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Janganlah kamu
sholat tanpa menghadap sutrah dan janganlah engkau membiarkan seseorang lewat di hadapan kamu (tanpa engkau cegah). Jika dia
terus memaksa lewat di depanmu, bunuhlah dia karena dia ditemani oleh setan."
(HR. Ibnu Khuzaimah
dengan sanad yang jayyid (baik)).
Beliau juga bersabda:
"Bila seseorang
di antara kamu sholat menghadap sutrah, hendaklah dia mendekati sutrahnya sehingga setan tidak dapat memutus sholatnya."
(HR. Abu Dawud,
Al Bazzar dan Hakim. Disahkan oleh Hakim, disetujui olah Dzahabi dan Nawawi).
Dan hendaklah sutrah
itu diletakkan tidak terlalu jauh dari tempat kita berdiri sholat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu
'alaihi wasallam.
"Nabi shallallahu
'alaihi wasallam berdiri shalat dekat sutrah (pembatas) yang jarak antara beliau dengan pembatas di depannya 3 hasta."
(HR. Bukhari dan
Ahmad).
Adapun yang dapat
dijadikan sutrah antara lain: tiang masjid, tombak yang ditancapkan ke tanah, hewan tunggangan, pelana, tiang setinggi pelana,
pohon, tempat tidur, dinding dan lain-lain yang semisalnya, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam.
NIAT
Niat berarti menyengaja
untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta'ala semata, serta menguatkannya dalam hati.
Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Semua amal tergantung
pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya."
(HR. Bukhari, Muslim
dan lain-lain. Baca Al Irwa', hadits no. 22).
Niat tidak dilafadzkan
Dan tidaklah disebutkan
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan.
Abu Dawud bertanya
kepada Imam Ahmad. Dia berkata, "Apakah orang sholat mengatakan sesuatu sebelum dia takbir?" Imam Ahmad menjawab, "Tidak."
(Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan Majmuu' al Fataawaa XXII/28).
AsSuyuthi berkata,
"Yang termasuk perbuatan bid'ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat sholat sedikitpun selain
hanya lafadz takbir."
Asy Syafi'i berkata,
"Was-was dalam niat sholat dan dalam thaharah termasuk kebodohan terhadap syariat atau membingungkan akal." (Lihat al Amr
bi al Itbaa' wa al Nahy 'an al Ibtidaa').
GERAKAN
DAN BACAAN SOLAT
TAKBIRATUL
IHROM
Nabi shallallahu
'alaihi wasallam selalu memulai sholatnya (dilakukan hanya sekali ketika hendak memulai suatu sholat) dengan takbiratul ihrom
yakni mengucapkan Allahu Akbar () di awal sholat dan beliau pun pernah memerintahkan seperti itu kepada orang yang sholatnya
salah. Beliau bersabda kepada orang itu:
"Sesungguhnya sholat
seseorang tidak sempurna sebelum dia berwudhu' dan melakukan wudhu' sesuai ketentuannya, kemudian ia mengucapkan Allahu Akbar."
(Hadits diriwayatkan
oleh Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Apabila engkau
hendak mengerjakan sholat, maka sempurnakanlah wudhu'mu terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah
takbiratul ihrom."
(Muttafaqun 'alaihi).
Takbirotul ihrom
diucapkan dengan lisan
Takbirotul ihrom
tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati).
Muhammad Ibnu Rusyd
berkata, "Adapun seseorang yang membaca dalam hati, tanpa menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca.
Karena yang disebut dengan membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut."
An Nawawi berkata, "…adapun selain imam, maka disunnahkan baginya untuk tidak
mengeraskan suara ketika membaca lafadz tabir, baik apakah dia sedang menjadi makmum atau ketika sholat sendiri. Tidak mengeraskan
suara ini jika dia tidak menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat gaduh. Batas minimal suara yang pelan adalah bisa
didengar oleh dirinya sendiri jika pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika membaca ayat-ayat al Qur-an,
takbir, membaca tasbih ketika ruku', tasyahud, salam dan doa-doa dalam sholat baik yang hukumnya wajib maupun sunnah…" beliau melanjutkan, "Demikianlah nash yang dikemukakan Syafi'i dan disepakati oleh para pengikutnya. Asy Syafi'i
berkata dalam al Umm, 'Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan orang yang berada disampingnya. Tidak patut dia menambah
volume suara lebih dari ukuran itu.'." (al Majmuu' III/295).
MENGANGKAT
KEDUA TANGAN
Disunnahkan mengangkat
kedua tangannya setentang bahu (lihat gambar) ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jemari tangannya, berdasarkan hadits
yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma, ia berkata:
"Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang bahu jika hendak memulai sholat, setiap kali bertakbir untuk ruku'
dan setiap kali bangkit dari ruku'nya."
(Muttafaqun 'alaihi).
Atau mengangkat
kedua tangannya setentang telinga (lihat gambar), berdasarkan hadits riwayat Malik bin Al-Huwairits radhiyyallahu anhu, ia
berkata:
"Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang telinga setiap kali bertakbir (didalam sholat)."
(HR. Muslim).
Dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Tamam dan Hakim disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengangkat kedua tangannya dengan membuka jari-jarinya lurus ke atas (tidak merenggangkannya dan tidak pula menggengamnya).
(Shifat Sholat Nabi).
BERSEDEKAP
Kemudian Nabi shallallahu
'alaihi wasallam meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (bersedekap). Beliau bersabda:
"Kami, para nabi
diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika
melakukan sholat."
(Hadits diriwayatkan
oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya' dengan sanad shahih).
Dalam sebuah riwayat
pernah beliau melewati seorang yang sedang sholat, tetapi orang ini meletakkan tangan kirinya pada tangan kanannya, lalu beliau
melepaskannya, kemudian orang itu meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan
sanad yang shahih).
Meletakkan atau
menggenggam
Beliau shallallahu
'alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada punggung telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya (lihat gambar) berdasar
hadits dari Wail bin Hujur:
"Lalu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan tangan
kiri atau lengan kirinya."
(Hadits diriwayatkan
oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no.
485).
Beliau terkadang
juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya (lihat gambar) , berdasarkan hadits Nasa'i dan Daraquthni:
"Tetapi beliau
terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya."
(sanad shahih).
Bersedekap di dada
Menyedekapkan tangan
di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan hadits:
"Beliau meletakkan
kedua tangannya di atas dadanya."
(Hadits diriwayatkan
oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin Hujur).
Cara-cara yang sesuai sunnah
ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam Mawarzi dalam Kitab Masa'il, halaman 222 berkata: "Imam Ishaq meriwayatkan
hadits secara mutawatir kepada kami…. Beliau
mengangkat kedua tangannya ketika berdo'a qunut dan melakukan qunut sebeluim ruku'. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan
dengan teteknya." Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi 'Iyadh al Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat
pada Kitab Al I'lam, beliau berkata: "Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di dada."
MEMANDANG
TEMPAT SUJUD
Pada saat mengerjakan
sholat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini
didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha:
"Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam sholat)."
(HR. Baihaqi dan
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Larangan menengadah
ke langit
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hendaklah sekelompok
orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau hendaklah mereka
benar-benar menjaga pandangan mata mereka."
(HR. Muslim, Nasa'i
dan Ahmad).
Rasulullah juga
melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau bersabda:
"Jika kalian sholat,
janganlah menoleh ke kanan atau ke kiri karena Allah akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba yang sedang sholat
selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri."
(HR. Tirmidzi dan
Hakim).
Dalam Zaadul Ma'aad
(I/248) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang yang sedang sholat menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil Bar
berkata, "Jumhur ulama mengatakan bawa menoleh yang ringan tidak menyebabkan shalat menjadi rusak."
Juga dimakruhkan
shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi atau di tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan
atau ukiran, dihadapan dinding yang bergambar dan sebagainya.
MEMBACA DO'A ISTIFTAH
Doa
istiftah yang dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bermacam-macam. Dalam doa istiftah tersebut beliau shallallahu
'alaihi wasallam mengucapkan pujian, sanjungan dan kalimat keagungan untuk Allah.
Beliau
pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan sholatnya dengan sabdanya:
"Tidak sempurna sholat seseorang sebelum ia bertakbir, mengucapkan
pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa istiftah), dan membaca ayat-ayat al Qur-an yang dihafalnya…" (HR. Abu Dawud
dan Hakim, disahkan oleh Hakim, disetujui oleh Dzahabi).
Adapun bacaan doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
diantaranya adalah:

"ALLAHUUMMA BA'ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAA'ADTA BAINAL MASYRIQI WAL
MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAAHUMMAGHSILNII BIL MAA'I WATS
TSALJI WAL BARADI"
artinya:
"Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan
antara timur dan barat. Ya, Allah, bersihkanlah kau dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran.
Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun." (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).
Atau kadang-kadang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat
fardhu:

"WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA
HANIIFAN [MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA SHOLATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL 'ALAMIIN.
LAA SYARIIKALAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL MALIKU, LAA ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA
WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA 'ABDUKA, DHALAMTU NAFSII, WA'TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI JAMII'AN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ
DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF 'ANNII SAYYI-AHAA LAA YASHRIFU
'ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA SA'DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIKA. WASY SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN
HADAITA]. ANA BIKA WA ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA TA'AALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU
ILAIKA"
yang
artinya:
"Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan
bumu dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata
untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang yang
pertama-tama menjadi muslim. Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata. [Engkau Mahasuci dan Mahaterpuji],
Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua dosaku.
Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa. Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena
hanya Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab
seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri petunjuk]. Aku
berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari siksa-Mu kecuali
hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi, aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu."
(Hadits diriwayatkan
oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
MEMBACA TA'AWWUDZ
Membaca
doa ta'awwudz adalah disunnahkan dalam setiap raka'at, sebagaimana firman Allah ta'ala:
"Apabila kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu meminta perlindungan
kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (An Nahl : 98).
Dan pendapat ini adalah yang paling shahih dalam madzhab Syafi'i dan diperkuat oleh Ibnu Hazm (Lihat al Majmuu'
III/323 dan Tamaam al Minnah 172-177).
Nabi biasa membaca
ta'awwudz yang berbunyi:

"A'UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI"
artinya:
"Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkn
gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq)."
(Hadits diriwayatkan oleh
Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
Atau mengucapkan:

"A'UUZUBILLAHIS SAMII'IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM..."
artinya:
"Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui dari setan yang terkutuk..."
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
MEMBACA AL FATIHAH
Hukum Membaca Al-Fatihah
Membaca
Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak
sah sholatnya berdasarkan perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya):
"Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak
membaca Al-Fatihah"
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama'ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi,
An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
"Barangsiapa yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah maka sholatnya
buntung, sholatnya buntung, sholatnya buntung…tidak sempurna"
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan
Abu 'Awwanah).
Kapan Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah
Jelas
bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca Al-Fatihah, begitu pun pada sholat jama'ah ketika
imam membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur, 'Ashr, satu roka'at terakhir sholat Mahgrib dan
dua roka'at terakhir sholat 'Isyak, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara
sirr (tidak dikeraskan).
Lantas
bagaimana kalau imam membaca secara keras…?
Tentang
ini Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah melarang makmum membaca surat dibelakang imam kecuali surat Al-Fatihah:
"Betulkah kalian tadi membaca (surat) dibelakang imam kalian?"
Kami menjawab: "Ya, tapi dengan cepat wahai Rasulallah." Berkata Rasul: "Kalian tidak boleh melakukannya lagi kecuali membaca
Al-Fatihah, karena tidak ada sholat bagi yang tidak membacanya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhori, Abu
Dawud, dan Ahmad, dihasankan oleh At-Tirmidzi dan Ad-Daraquthni)
Selanjutnya
beliau shallallahu 'alaihi wa sallam melarang makmum membaca surat apapun ketika imam membacanya dengan jahr (diperdengarkan)
baik itu Al-Fatihah maupun surat lainnya. Hal ini selaras dengan keterangan dari Al-Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal tentang
wajibnya makmum diam bila imam membaca dengan jahr/keras. Berdasar arahan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah berkata Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam :"Dijadikan imam itu hanya untuk diikuti. Oleh karena itu apabila imam takbir, maka bertakbirlah kalian,
dan apabila imam membaca, maka hendaklah kalian diam (sambil memperhatikan bacaan imam itu)…"
(Hadits Shahih dikeluarkan
oleh Imam Ahmad, Abu Dawud no. 603 & 604. Ibnu Majah no. 846, An-Nasa-i. Imam Muslim berkata: Hadits ini menurut pandanganku
Shahih).
"Barangsiapa sholat mengikuti imam (bermakmum), maka bacaan
imam telah menjadi bacaannya juga."
(Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah, Ad-Daraquthni, Ibnu Majah, Thahawi
dan Ahmad lihat kitab Irwa-ul Ghalil oleh Syaikh Al-Albani).
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam sesudah mendirikan sholat yang beliau keraskan bacaanya dalam sholat itu, beliau bertanya: "Apakah ada seseorang
diantara kamu yang membaca bersamaku tadi?" Maka seorang laki-laki menjawab, "Ya ada, wahai Rasulullah." Kemudian beliau berkata,
"Sungguh aku katakan: Mengapakah (bacaan)ku ditentang dengan Al-Qur-an (juga)." Berkata Abu Hurairah, kemudian berhentilah
orang-orang dari membaca bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada sholat-sholat yang Rasulullah keraskan bacaannya,
ketika mereka sudah mendengar (larangan) yang demikian itu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
(Hadits dikeluarkan
oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i dan Malik. Abu Hatim Ar Razi menshahihkannya, Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan).
Hadits-hadits
tersebut merupakan dalil yang tegas dan kuat tentang wajib diamnya makmum apabila mendengar bacaan imam, baik Al-Fatihahnya
maupun surat yang lain. Selain itu juga berdasarkan firman Allah Ta'ala (yang artinya):
"Dan apabila dibacakan Al-Qur-an hendaklah kamu dengarkan
ia dan diamlah sambil memperhatikan (bacaannya), agar kamu diberi rahmat." (Al-A'raaf : 204).
Ayat
ini asalnya berbentuk umum yakni dimana saja kita mendengar bacaan Al-Qur-an, baik di dalam sholat maupun di luar sholat wajib
diam mendengarkannya walaupun sebab turunnya berkenaan tentang sholat. Tetapi keumuman ayat ini telah menjadi khusus dan tertentu
(wajibnya) hanya untuk sholat, sebagaimana telah diterangkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id bin Jubair, Adh Dhohak, Qotadah,
Ibarahim An Nakha-i, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan lain-lain. Lihat Tafsir Ibnu Katsir II/280-281.
Cara Membaca Al Fatihah
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat Al-Fatihah pada setiap roka'at. Membacanya dengan berhenti pada setiap akhir ayat
(waqof), tidak menyambung satu ayat dengan ayat berikutnya (washol) berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud, Sahmi dan 'Amr Ad
Dani, dishahihkan oleh Hakim, disetujui Adz-Dzahabi.
Jadi bunyinya:
kemudian berhenti,
kemudian berhenti,
Begitulah seterusnya sampai selesai ayat yang terakhir.
Terkadang beliau membaca:
( MAALIKI YAUMIDDIIN )
Atau dengan memendekkan bacaan 'maa' menjadi:
( MALIKI YAUMIDDIIN ), Berdasarkan riwayat yang mutawatir dikeluarkan oleh Tamam Ar Razi, Ibnu Abi Dawud, Abu Nu'aim, dan
Al Hakim. Hakim menshahihkannya, dan disetujui oleh Adz-Dzahabi.
Seandainya Seseorang Belum Hafal Al-Fatihah
Bagi seseorang yang belum hafal Al Fatihah terutama bagi yang
baru masuk Islam, tentu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan solusinya. Nasehatnya untuk orang yang belum hafal
Al-Fatihah (tentunya dia tak berhak jadi Imam):
Ucapkanlah:

SUBHANALLAHI, WALHAMDULILLAHI, WA LAA ILAHA ILLALLAHU, WALLAHU
AKBAR, WALAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAHI
artinya:
"Maha Suci Allah, Segala puji milik Allah, tiada Ilah (yang
haq) kecuali Allah, Allah Maha Besar, Tiada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah."
(Hadits Shahih dikeluarkan
oleh Al-Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Hakim, Thabrani dan Ibnu Hibban disahihkan oleh Hakim dan disetujui oleh Ad-Dzahabi).
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:
"Jika kamu hafal suatu ayat Al-Qur-an maka bacalah ayat tersebut,
jika tidak maka bacalah Tahmid, Takbir dan Tahlil."
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dihasankan
oleh At-Tirmidzi, tetapi sanadnya shahih, baca Shahih Abi Dawud hadits no. 807).
MEMBACA
AMIN
Hukum Bagi Imam:
Membaca
amin disunnahkan bagi imam sholat.
Dari Abu hurairah, dia berkata: "Dulu Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, jika selesai membaca surat Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca amin."
(Hadits
dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Shahihah
dikatakan sebagai hadits yang berkualitas shahih)
"Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau
mengucapkan amiin dengan suara keras dan panjang."
(Hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
Hadits
tersebut mensyari'atkan para imam untuk mengeraskan bacaan amin, demikian yang menjadi pendapat Al-Imam Al-Bukhari, As-Syafi'i,
Ahmad, Ishaq dan para imam fikih lainnya. Dalam shahihnya Al-Bukhari membuat suatu bab dengan judul 'baab jahr al-imaan bi
al-ta-miin' (artinya: bab tentang imam mengeraskan suara ketika membaca amin). Didalamnya dinukil perkataan (atsar) bahwa
Ibnu Al-Zubair membaca amin bersama para makmum sampai seakan-akan ada gaung dalam masjidnya.
Juga
perkataan Nafi' (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca aamiin dengan suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal
itu kepada semua orang. Aku pernah mendengar sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal itu."
Hukum Bagi Makmum:
Dalam
hal ini ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para shahabat dan perkataan para ulama.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Jika imam
membaca amiin maka hendaklah kalian juga membaca amiin."
Hal
ini mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi makmum. Pendapat ini dipertegas oleh Asy-Syaukani. Namun hukum
wajib itu tidak mutlak harus dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca amiin ketika imam juga membacanya. Adapun
bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka hukumnya hanya sunnah. (lihat Nailul Authaar, II/262).
"Bila imam selesai membaca ghoiril maghdhuubi 'alaihim waladhdhooolliin,
ucapkanlah amiin [karena malaikat juga mengucapkan amiin dan imam pun mengucapkan amiin]. Dalam riwayat lain: "(apabila imam
mengucapkan amiin, hendaklah kalian mengucapkan amiin) barangsiapa ucapan aminnya bersamaan dengan malaikat, (dalam riwayat
lain disebutkan: "bila seseorang diantara kamu mengucapkan amin dalam sholat bersamaan dengan malaikat dilangit mengucapkannya),
dosa-dosanya masa lalu diampuni."
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa-i dan Ad-Darimi)
Syaikh
Al-Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut:
"Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak
boleh diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi
bacaan amin sang imam, dan tidak mendahuluinya. (Tamaamul Minnah hal. 178
BACAAN SURAT SETELAH AL FATIHAH
Membaca
surat Al Qur-an setelah membaca Al Fatihah dalan sholat hukumnya sunnah karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan
tidak membacanya. Membaca surat Al-Qur-an ini dilakukan pada dua roka'at pertama. Banyak hadits yang menceritakan perbuatan
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang itu.
Panjang pendeknya surat
yang dibaca
Pada
sholat munfarid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat-surat yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau
sibuk, sedangkan kalau sebagai imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya (misalnya ada bayi yang menangis maka bacaan diperpendek).
Rasulullah
berkata:
"Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya
akan tetapi, tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku memperpendek sholatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya
karena tangis bayi itu."
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Cara membaca surat
Dalam
satu sholat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua roka'at, kadang pula surat yang sama dibaca pada roka'at pertama
dan kedua. (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Ya'la, juga hadits shahih yang dikeluarkan oleh Al-Imam
Abu Dawud dan Al-Baihaqi atau riwayat dari Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, disahkan oleh Al-Hakim disetujui oleh Ad-Dzahabi)
Terkadang
beliau membolehkan membaca dua surat atau lebih dalam satu roka'at.(Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari
dan At-Tirmidzi, dinyatakan oleh At-Tirmidzi sebagai hadits shahih)
Tata cara bacaan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam biasanya membaca surat dengan jumlah ayat yang berimbang antara roka'at pertama dengan roka'at
kedua. (berdasar hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam
sholat yang bacaannya di-jahr-kan Nabi membaca dengan keras dan jelas. Tetapi pada sholat dzuhur dan ashar juga pada sholat
maghrib pada roka'at ketiga ataupun dua roka'at terakhir sholat isya' Nabi membacanya dengan lirih yang hanya bisa diketahui
kalau Nabi sedang membaca dari gerakan jenggotnya, tetapi terkadang beliau memperdengarkan bacaannya kepada mereka tapi tidak
sekeras seperti ketika di-jahr-kan. (Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam sering membaca suatu surat dari awal sampai selesai selesai. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
berkata:
"Berikanlah setiap surat haknya, yaitu dalam setiap (roka'at)
ruku' dan sujud."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan 'Abdul Ghani Al-Maqdisi)
Dalam
riwayat lain disebutkan:
"Untuk setiap satu surat (dibaca) dalam satu roka'at."
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At-Thohawi)
Dijelaskan
oleh Syaikh Al-Albani: "Seyogyanya kalian membaca satu surat utuh dalam setiap satu roka'at sehingga roka'at tersebut memperoleh
haknya dengan sempurna." Perintah dalam hadits tersebut bersifat sunnah bukan wajib.
Dalam
membaca surat Al-Qur-an Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya dengan tartil, tidak lambat juga tidak cepat
-sebagaimana diperintahkan oleh Allah- dan beliau membaca satu per satu kalimat, sehingga satu surat memerlukan waktu yang
lebih panjang dibanding kalau dibaca biasa (tanpa dilagukan). Rasulullah berkata bahwa orang yang membaca Al-Qur-an kelak
akan diseru:
"Bacalah, telitilah dan tartilkan sebagaimana kamu dulu mentartilkan
di dunia, karena kedudukanmu berada di akhir ayat yang engkau baca."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan
At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-Tirmidzi)
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat Al-Qur-an dengan suara yang bagus, maka beliau juga memerintahkan yang demikian
itu:
"Perindahlah/hiasilah Al-Qur-an dengan suara kalian [karena
suara yang bagus menambah keindahan Al-Qur-an]."
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari , Abu Dawud, Ad-Darimi,
Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)
"Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur-an."
(Hadits
dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)
RUKU'
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam setelah selesai membaca surat dari Al-Qur-an kemudian
berhenti sejenak, terus mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir seperti ketika takbiratul ihrom (setentang bahu atau daun
telinga) kemudian rukuk (merundukkan badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan punggung dan kepala lurus sejajar lantai).
Berdasarkan beberapa hadits, salah satunya adalah:
Dari Abdullah
bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua
tangannya sampai setentang kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika bertakbir hendak rukuk dan
ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku' …."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari, Muslim dan Malik)
Cara Ruku'
>
Bila Rasulullah ruku' maka beliau meletakkan telapak tangannya pada lututnya, demikian beliau juga memerintahkan kepada para
shahabatnya.
"Bahwasanya shallallahu 'alaihi wa sallam (ketika ruku')
meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
>
Menekankan tangannya pada lututnya.
"Jika kamu ruku' maka letakkan kedua tanganmu pada kedua
lututmu dan bentangkanlah (luruskan) punggungmu serta tekankan tangan untuk ruku'."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Ahmad dan Abu Dawud)
> Merenggangkan jari-jemarinya (lihat gambar).
"Beliau merenggangkan jari-jarinya."
(Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Al-Hakim dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi menyetujuinya)
>
Merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya.
"Beliau bila ruku', meluruskan dan membentangkan punggungnya
sehingga bila air dituangkan di atas punggung beliau, air tersebut tidak akan bergerak."
(Hadits di keluarkan oleh
Al Imam Thabrani, 'Abdullah bin Ahmad dan ibnu Majah)
> Antara kepala dan punggung lurus, kepala tidak mendongak tidak pula menunduk tetapi tengah-tengah
antara kedua keadaan tersebut (lihat gambar).
"Beliau tidak mendongakkan kepalanya dan tidak pula menundukkannya."
(Hadits
ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
"Sholat seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku' dan
sujud dengan meluruskan punggungnya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu 'Awwanah, Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan
oleh Ad-Daraquthni)
> Thuma-ninah/Bersikap Tenang
Beliau pernah melihat orang yang ruku' dengan tidak sempurna
dan sujud seperti burung mematuk, lalu berkata: "Kalau orang ini mati dalam keadaan seperti itu, ia mati diluar agama Muhammad
[sholatnya seperti gagak mematuk makanan] sebagaimana orang ruku' tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti burung lapar yang
memakan satu, dua biji kurma yang tidak mengenyangkan."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Ya'la, Al-Ajiri, Al-Baihaqi,
Adh-Dhiya' dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
> Memperlama Ruku'
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan ruku', berdiri
setelah ruku' dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari
dan Muslim)
Yang Dibaca Ketika Ruku'
Do'a yang dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ada beberapa macam, semuanya pernah dibaca oleh beliau
jadi kadang membaca ini kadang yang lain.
1. SUBHAANA RABBIYAL 'ADHZIM 3 kali atau lebih (Berdasar hadits yang dikeluarkan
oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain). 
Yang artinya:
"Maha Suci Rabbku, lagi Maha Agung."
2. SUBHAANA RABBIYAL 'ADHZIMI WA BIHAMDIH 3 kali (Berdasar hadits yang dikeluarkan
oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ad-Daroquthni dan Al-Baihaqi).

Yang artinya:
"Maha Suci Rabbku lagi Maha Agung dan segenap pujian bagi-Nya."
3. SUBBUUHUN QUDDUUSUN RABBUL MALA-IKATI WAR RUUH (Berdasar hadits yang dikeluarkan
oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).

Yang artinya:
"Maha Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh."
4. SUBHAANAKALLAHUMMA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGHFIRLII

Yang artinya:
"Maha Suci Engkau ya, Allah, dan dengan memuji-Mu Ya, Allah ampunilah aku."
Berdasarkan
hadits dari 'A-isyah, bahwasanya dia berkata:
"Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperbanyak membaca
Subhanakallahumma Wa Bihamdika Allahummaghfirlii dalam ruku'nya dan sujudnya, beliau mentakwilkan Al-Qur-an."
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
Do'a
ini yang paling sering dibaca. Dikatakan bahwa ada riwayat dari 'A-isyah yang menunjukkan bahwa Rasulullah sejak turunnya
surat An-Nashr -yang artinya: "Hendaklah engkau mengucapkan tasbih dengan memuji Rabbmu dan memohon ampun kepada-Nya. Sesungguhnya
Dia Maha Penerima taubat." (TQS. An-Nashr 110:3)-, waktu ruku' dan sujud beliau shallallahu 'alaihi wa sallam selalu membaca
do'a ini hingga wafatnya.
5. Dan lain-lain sesuai dengan hadits-hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Yang Dilarang Ketika Ruku'
Larangan
disini adalah larangan dari Rasulullah bahwa sewaktu ruku' kita tidak boleh membaca Al-Qur-an. Berdasarkan hadits:
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang membaca
Al-Qur-an dalam ruku' dan sujud."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah)
"Ketahuilah bahwa
aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku' dan sujud…"
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah
I'TIDAL DARI RUKU'
Cara i'tidal dari ruku'
Setelah ruku' dengan sempurna dan selesai membaca do'a, maka kemudian bangkit dari
ruku' (i'tidal). Waktu bangkit tersebut membaca
(SAMI'ALLAAHU LIMAN HAMIDAH) disertai dengan mengangkat kedua tangan sebagaimana waktu takbiratul ihrom. Hal ini berdasarkan
keterangan beberapa hadits, diantaranya:
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentag kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika bertakbir
mau rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit ) dari ruku' sambil mengucapkan SAMI'ALLAAHU LIMAN HAMIDAH…"
(Hadits
dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik).
Yang Dibaca Ketika I'tidal dari Ruku'
Seperti ditunjuk hadits di atas ketika bangkit (mengangkat kepala) dari ruku' itu
membaca:
(SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH)
Kemudian ketika sudah tegak dan selesai bacaan tersebut disahut dengan bacaan:

RABBANAA LAKAL HAMD (Rabbku, segala puji kepada-Mu)
atau

RABBANAA WA LAKAL HAMD (Rabbku dan segala puji kepada-Mu)
atau

ALLAAHUMMA RABBANAA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku, segala puji kepada-Mu)
atau

ALLAAHUMMA RABBANAA WA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku dan segala puji kepada-Mu)
Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah:
"Apabila imam mengucapkan SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH, maka ucapkanlah oleh kalian
ALLAHUMMA RABBANA WA LAKALHAMD, barangsiapa yang ucapannya tadi bertepatan dengan ucapan para malaikat diampunkan dosa-dosanya
yang telah lewat."
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Ztirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan
Malik)
Kadang ditambah dengan bacaan:

MIL-ASSAMAAWAATI, WA MIL-ALARDHL, WA MIL-A MAA SYI-TA MIN
SYAI-IN BA'D
(Mencakup seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki selain dari itu)
berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah.
Dan
Do'a lain-lain
Cara I'tidal
Adapun
dalam tata cara i'tidal ulama berbeda pendapat menjadi dua pendapat, pertama mengatakan sedekap dan yang kedua mengatakan
tidak bersedekap tapi melepaskannya. Tapi yang rajih menurut kami adalah pendapat pertama. Bagi yang hendak mengerjakan pendapat
yang pertama tidak apa-apa dan bagi siapa yang mengerjakan sesuai dengan pendapat kedua tidak mengapa.
Keterangan untuk pendapat pertama: Kembali meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri atau menggenggamnya dan menaruhnya
di dada, ketika telah berdiri (lihat gambar). Hal ini berdasarkan nash dibawah ini:
Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam An-Nasa-i yang artinya: "Ia
(Wa-il bin Hujr) berkata: "Saya melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila beliau berdiri dalam sholat, beliau
memgang tangan kirinya dengan tangan kanannya."
Berkata Al-Imam Al-Bukhari dalam shahihnya: "Telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Maslamah, ia berkata dari Malik, ia berkata dari Abu Hazm, ia berkata dari Sahl bin Sa'd ia berkata:
"Adalah orang-orang (para shahabat) diperintah (oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ) agar seseorang meletakkan tangan
kanannya atas lengan kirinya dalam sholat." Komentar Abu Hazm: "Saya tidak mengetahui perintah tersebut kecuali disandarkan
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ."
Komentar
dari Syaikh Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baaz (termaktub dalam fatwanya yang dimuat dalam majalah Rabithah 'Alam Islamy, edisi
Dzulhijjah 1393 H/Januari 1974 M, tahun XI): "Dari hadits shahih ini ada petunjuk diisyaratkan meletakkan tangan kanan atas
tangan kiri ketika seorang Mushalli (orang yang sholat) tengah berdiri baik sebelum ruku' maupun sesudahnya. Karena Sahl menginformasikan
bahwa para shahabat diperintahkan untuk meletakkan tangan kanannya atas lengan kirinya dalam sholat. Dan sudah dimengerti
bahwa Sunnah (Nabi) menjelaskan orang sholat dalam ruku' meletakkan kedua telapak tangangnya pada kedua lututnya, dan dalam
sujud ia meletakkan kedua telapak tangannya pada bumi (tempat sujud) sejajar dengan keddua bahunya atau telinganya, dan dalam
keadaan duduk antara dua sujud begitu pun dalam tasyahud ia meletakkannya di atas kedua pahanya dan lututnya dengan dalil
masing-masing secara rinci. Dalam rincian Sunnah tersebut tidak tersisa kecuali dalam keadaan berdiri. Dengan demikian dapatlah
dimengerti bahwasanya maksud dari hadits Sahl diatas adalah disyari'atkan bagi Mushalli ketika berdiri dalam sholat agar meletakkan
tangan kanannya atas lengan kirinya. Sama saja baik berdiri sebelum ruku' maupun sesudahnya. Karena tidak ada riwayat dari
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membedakan antara keduanya, oleh karena itu barangsiapa membedakan keduanya haruslah menunjukkan
dalilnya. (Kembali pada kaidah ushul fiqh: "asal dari ibadah adalah haram kecuali ada penunjukannya" -per.)
Disamping
itu ada pula ketetapan dari hadits Wa-il bin Hujr pada riwayat An-Nasa-i dengan sanad yang shahih: Bahwasanya apabila Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri dalam sholat beliau memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya."
Wallaahu a'lamu bishshawab.
Thuma-ninah dan Memperlama Dalam I'tidal
"Kemudian angkatlah kepalamu sampai engkau berdiri dengan
tegak [sehingga tiap-tiap ruas tulang belakangmu kembali pata tempatnya]." (dalam riwayat lain disebutkan: "Jika kamu berdiri
i'tidal, luruskanlah punggungmu dan tegakkanlah kepalamu sampai ruas tulang punggungmu mapan ke tempatnya)."
(Hadits
dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim, dan riwayat lain oleh Ad-Darimi, Al-Hakim, As-Syafi'i dan Ahmad)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri terkadang dikomentari
oleh shahabat: "Dia telah lupa" [karena saking lamanya berdiri].
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim
dan Ahmad)
SUJUD
Sujud
dilakukan setelah i'tidal thuma-ninah dan jawab tasmi' (Rabbana Lakal Hamd...dst).
Caranya
Dengan tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua tangan (setentang pundak atau daun telinga) seraya bertakbir,
badan turun condong kedepan menuju ke tempat sujud, dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu (lihat gambar) baru kemudian meletakkan kedua tangan (lihat gambar) pada tempat kepala diletakkan dan kemudian meletakkan
kepala kepala dengan menyentuhkan/menekankan hidung dan jidat/kening/dahi ke lantai (tangan sejajar dengan pundak atau daun
telinga).
Dari Wail bin Hujr, berkat, "Aku melihat Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam ketika hendak sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan apabila bangkit mengangkat dua
tangan sebelum kedua lututnya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ad-Daarimy)
"Terkadang beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak
sujud."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa'i dan Daraquthni)
"Terkadang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan
tangannya [dan membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke arah kiblat."
(Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi)
"Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya"
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi)
"Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun
telinganya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa'i)
Cara Sujud
> Bersujud pada 7 anggota badan (lihat gambar), yakni jidat/kening/dahi dan hidung (1), dua telapak
tangan (3), dua lutut (5) dan dua ujung kaki (7). Hal ini berdasar hadits:
Dari Ibnu 'Abbas berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
berkata: "Aku diperintah untuk bersujud (dalam riwayat lain; Kami diperintah untuk bersujud) dengan tujuh (7) anggota badan;
yakni kening sekaligus hidung, dua tangan (dalam lafadhz lain; dua telapak tangan), dua lutut, jari-jari kedua kaki dan kami
tidak boleh menyibak lengan baju dan rambut kepala."
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Jama'ah)
>
Dilakukan dengan menekan
"Apabila kamu sujud, sujudlah dengan menekan."
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad)
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menekankan kedua
lututnya dan bagian depan telapak kaki ke tanah."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi)
>
Kedua lengan/siku tidak ditempelkan pada lantai, tapi diangkat dan dijauhkan dari sisi rusuk/lambung.
Dari Abu Humaid As-Sa'diy, bahwasanya Nabi shalallau 'alaihi
wasallam bila sujud maka menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan kedua tangannya dari dua sisi perutnya, tangannya
ditaruh sebanding dua bahu beliau."
(Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik, dari Nabi shalallau 'alaihi wasallam
bersabda:
"Luruskanlah kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya seperti anjing menghamparkan kakinya."
(Diriwayatkan
oleh Al-Jama'ah kecuali Al Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari)
"Beliau mengangkat kedua lengannya dari lantai dan menjauhkannya
dari lambungnya sehingga warna putih ketiaknya terlihat dari belakang"
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari
dan Muslim)
>
Menjauhkan perut/lambung dari kedua paha
Dari Abi Humaid tentang sifat sholat Rasulillah shallallahu
'alaihi wa sallam berkata: "Apabila dia sujud, beliau merenggangkan antara dua pahanya (dengan) tidak menopang perutnya."
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
>
Merapatkan jari-jemari
Dari Wa-il, bahwasanya Nabi shalallau 'alaihi wasallam jika
sujud maka merapatkan jari-jemarinya.
(Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)
>
Menegakkan telapak kaki dan saling merapatkan/menempelkan antara dua tumit
Berkata 'A-isyah isteri Nabi shalallau 'alaihi wasallam:
"Aku kehilangan Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam padahal beliau tadi tidur bersamaku, kemudian aku dapati beliau tengah
sujud dengan merapatkan kedua tumitnya (dan) menghadapkan ujung-ujung jarinya ke kiblat, aku dengar…"
(Diriwayatkan
oleh Al Imam Al-Hakim dan Ibnu Huzaimah)
> Thuma-ninah dan sujud dengan lama
Sebagaimana rukun
sholat yang lain mesti dikerjakan dengan thuma-ninah. Juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kalau bersujud baiasanya
lama.
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan ruku', berdiri
setelah ruku' dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari
dan Muslim)
Sujud Langsung Pada Tanah atau Boleh
Di Atas Alas
"Para shahabat sholat berjama'ah bersama Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam pada cuaca yang panas. Bila ada yang tidak sanggup menekankan dahinya di atas tanah maka membentangkan kainnya
kemudian sujud di atasnya"
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
Bacaan Sujud
Rasulullah membaca
SUBHAANA RABBIYAL A'LAA 3 kali
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al
Imam Ahmad dll)
atau kadang-kadang membaca
SUBHAANA RABBIYAL A'LAA WA BIHAMDIH, 3 kali
(berdasar hadits yang dikeluarkan
oleh Al Imam Abu Dawud dll)
atau
SUBHAANAKALLAAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAAHUMMAGHFIRLII
(berdasar hadits
yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Bacaan Yang Dilarang Selama Sujud
"Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu
ruku' dan sujud…"
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
BANGUN DARI SUJUD PERTAMA
Setelah
sujud pertama -dimana dalam setiap roka'at ada dua sujud- maka kemudian bangun untuk melakukan duduk diantara dua sujud. Dalam
bangun dari sujud ini disertai dengan takbir dan kadang mengangkat tangan (Berdasar hadits dari Ahmad dan Al-Hakim).
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bangkit dari sujudnya
seraya bertakbir"
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
DUDUK ANTARA DUA SUJUD
Duduk ini dilakukan antara sujud yang pertama dan sujud yang kedua, pada roka'at pertama sampai terakhir. Ada dua macam
tipe duduk antara dua sujud, duduk iftirasy (duduk dengan meletakkan pantat pada telapak kaki kiri dan kaki kanan ditegakkan)
(lihat gambar) dan duduk iq'ak (duduk dengan menegakkan kedua telapak
kaki dan duduk diatas tumit). Hal ini berdasar hadits:
Dari 'A-isyah berkata: "Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
menghamparkan kaki beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang kanan, baliau melarang dari duduknya syaithan."
(Diriwayatkan
oleh Ahmad dan Muslim)
*Komentar Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian
duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai.
Dari Rifa'ah bin Rafi' -dalam haditsnya- dan berkata Rasul
shallallahu 'alaihi wa sallam : "Apabila engkau sujud maka tekankanlah dalam sujudmu lalu kalau bangun duduklah di atas pahamu
yang kiri."
(Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang duduk iq'ak,
yakni [duduk dengan menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya].
(Hadits dikeluarkan oleh Muslim)
Waktu
duduk antara dua sujud ini telapak kaki kanan ditegakkan dan jarinya diarahkan ke kiblat:
Beliau menegakkan kaki kanannya (Al-Bukhari)
Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat (An-Nasa-i)
Bacaannya

RABBIGHFIRLII, RABBIGHFIRLII
Dari Hudzaifah, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan dalam sujudnya
(dengan do'a): Rabighfirlii, Rabbighfirlii.
(Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan lafadhz Ibnu
Majah)

ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WA 'AAFINII WAHDINII WARZUQNII
(Abu Dawud)

ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARZUQNII WARFA'NII
(Ibnu Majah)

ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WAHDINII WARZUQNII
(At-Tirmidzi)
MENUJU ROKA'AT BERIKUTNYA
Pada
masalah ini ada dua tempat/kondisi, yaitu bangkit menuju roka'at berikut dari posisi sujud kedua -pada akhir roka'at pertama
dan ketiga- dan bangkit dari posisi duduk tasyahhud awal -pada roka'at kedua.
>
Bangkit/bangun dari sujud untuk berdiri (dari akhir roka'at pertama dan ketiga) didahului dengan duduk istirahat atau tanpa
duduk istirahat, bangkit berdiri seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan. Ketika bangkit bisa dengan tangan bertumpu
pada lantai atau bisa juga bertumpu pada pahanya.
Tangan bertumpu pada satu pahanya
Dari Wail bin Hujr dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
,berkata (Wa-il); "Maka tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersujud dia meletakkan kedua lututnya ke lantai sebelum
meletakkan kedua tangannya; Berkata (Wa-il): Bila sujud maka …..dan apabila bangkit dia bangkit atas kedua lututnya
dengan bertumpu pada satu paha."
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud)
Tangan bertumpu pada lantai
(tempat sujud)
Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertumpu pada
lantai ketika bangkit ke roka'at kedua.
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari)
Diselai duduk istirahat
Dari Malik bin Huwairits bahwasanya di malihat Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam sholat, maka bila pada roka'at yang ganjil tidaklah beliau bangkit sampai duduk terlebih dulu dengan lurus."
(Hadits
dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
>
Bangkit dari duduk tasyahhud awwal (dari roka'at kedua) dengan mengangkat kedua tangan seraya bertakbir seperti pada takbiratul
ihram.
Mengangkat tangan ketika takbir
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bangkit dari duduknya
mengucapkan takbir, kemudian berdiri
(Hadits dikeluarkan oleh Abu Ya'la)
DUDUK TASYAHHUD AWWAL DAN TASYAHHUD
AKHIR
Tasyahhud
awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam sholat
Tempat dilakukannya
Duduk
tasyahhud awwal terdapat hanya pada sholat yang jumlah roka'atnya lebih dari dua (2), pada sholat wajib dilakukan pada roka'at
yang ke-2. Sedang duduk tasyahhud akhir dilakukan pada roka'at yang terakhir. Masing-masing dilakukan setelah sujud yang kedua.
Cara duduk tasyahhud awwal dan tasyahhud
akhir
Waktu tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk diatas telapak kaki kiri) (lihat gambar) sedang pada tasyahhud akhir duduknya tawaruk (duduk dengan kaki
kiri dihamparkan kesamping kanan dan duduk diatas lantai) (lihat gambar), pada masing-masing posisi kaki kanan ditegakkan.
Dari Abi Humaid As-Sa'idiy tentang sifat sholat Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam, dia berkat, "Maka apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam duduk dalam dua roka'at (-tasyahhud
awwal) beliau duduk diatas kaki kirinya dan bila duduk dalam roka'at yang akhir (-tasyahhud akhir) beliau majukan kaki kirinya
dan duduk di tempat kedudukannya (lantai dll)."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Letak tangan ketika duduk
Untuk kedua cara duduk tersebut tangan kanan ditaruh di paha kanan sambil berisyarat dan/atau menggerak-gerakkan jari
telunjuk dan penglihatan ditujukan kepadanya, sedang tangan kirinya ditaruh/terhampar di paha kiri (lihat gambar).
Dari Ibnu 'Umar berkata Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa
sallam bila duduk didalam shalat meletakkan dua tangannya pada dua lututnya dan mengangkat telunjuk yang kanan lalu berdoa
dengannya sedang tangannya yang kiri diatas lututnya yang kiri, beliau hamparkan padanya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al
Imam Muslim dan Nasa-i).
Berisyarat dengan telunjuk, bisa digerakkan
bisa tidak
Selama
melakukan duduk tasyahhud awwal maupun tasyahhud akhir, berisyarat dengan telunjuk kanan, disunnahkan menggerak-gerakkannya.
Kadang pada suatu sholat digerakkan pada sholat lain boleh juga tidak digerak-gerakkan.
"Kemudian beliau duduk, maka beliau hamparkan kakinya yang
kiri dan menaruh tangannya yang kiri atas pahanya dan lututnya yang kiri dan ujung sikunya diatas paha kanannya, kemudian
beliau menggenggam jari-jarinya dan membuat satu lingkaran kemudian mengangkat jari beliau maka aku lihat beliau menggerak-gerakkannya
berdo'a dengannya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa-i).
"Dari Abdullah Bin Zubair bahwasanya ia menyebutkan bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam berisyarat dengan jarinya ketika berdoa dan tidak menggerakannya."
(Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Abu Dawud).
Membaca do'a At-Tahiyyaat dan As-Sholawaat
Do'a tahiyyat ini ada beberapa versi, untuk hendaklah dipilih yang kuat dan lafadhznya
belum ditambah-tambah. Salah satu contoh riwayat yang baik adalah sebagai berikut:
Berkata Abdullah : "Kami apabila shalat di belakang nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
keselamatan atas jibril dan mikail keselamatan atas si fulan dan si fulan maka rasulullah berpaling kepada kami. Lalu beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam berkata : sesungguhnya Allah itu As-salam maka apabila shalat hendaklah kalian itu mengucapkan:

"AT-TAHIYYAATU LILLAHI WAS SHOLAWATU WAT THAYYIBAAT, AS-SALAMU'ALAIKA AYYUHAN NABIY
WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU, AS-SALAAMU 'ALAINA WA 'ALAA 'IBAADILLAHIS SHALIHIN. ASYHADU ALLAA ILAHA ILLALLAH WA ASYHADU
ANNA MUHAMMADAN 'ABDUHU WA RASULUHU"
artinya: segala kehormaatan, shalawat dann kebaikan kepunyaan Allah, semoga keselamatan
terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Kiranya keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba
Allah yang shalih; -karena sesungguhnya apabila kalian mengucapkan sudah mengenai semua hamba Allah yang shalih di langit
dan di bumi- Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba
daan utusan-Nya.
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari).
Dari Ka'ab bin Ujrah berkata : "Maukah aku hadiahkan kepadamu sesuatu ? Sesungguhnya
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang kepada kami, maka kami berkata : 'Ya Rasulullah kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan
salam kepadamu, lantas bagaimana kami harus bershalawat kepadamu? Beliau berkata : ucapkanlah:

"ALLAAHUMMA SHALLI 'ALA MUHAMMAD WA 'ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA 'ALAA AALI
IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK 'ALAA MUHAMMAD WA 'ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA 'ALAA AALI IBRAHIIM,
INNAKA HAMIIDUM MAJIID."
artinya: "Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah
Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan
Maha Agung."
Berdo'a berlindung dari empat (4) hal.
Hal ini dilakukan pada duduk tasyahhud akhir saja.
…..Apabila kamu telah selesai bertasyahhud akhir maka…
(Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Agar tidak menyalahi riwayat -hadits Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam- ini maka
dalam tasyahhud awwal bacaannya berhenti sampai membaca sholawat pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sedang ta'awudz
(berlindung dari 4 hal) ini dibaca hanya ketika tasyahhud akhir.
Dari Abu Hurairah berkata; berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Apabila
kamu telah selesai bertasyahhud maka hendaklah berlindung kepada Allah dari empat (4) hal, dia berkata:
"ALLAAHUMMA INNII A'UUDZUBIKA MIN 'ADZAABI JAHANNAMA WA MIN 'ADZAABIL QABRI WA MIN
FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAAL."
artinya: "Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, siksa kubur, fitnahnya
hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid Dajjaal."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan
lafadhz Muslim)
berdo'a dengan do'a/permohonan lainnya
…kemudian (supaya) dia memilih do'a yang dia kagumi/senangi…
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Al-Bukhari)
SALAM
Salam
sebagai tanda berakhirnya gerakan sholat, dilakukan dalam posisi duduk tasyahhud akhir setelah membaca do'a minta perlindungan
dari 4 fitnah atau tambahan do'a lainnya.
"Kunci sholat adalah bersuci, pembukanya takbir dan penutupnya
(yaitu sholat) adalah mengucapkan salam."
(Hadits dikeluarkan dan disahkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Adz-Dzahabi)
Caranya
Dengan
menolehkan wajah ke kanan seraya mengucapkan do'a salam kemudian ke kiri.
Dari 'Amir bin Sa'ad, dari bapaknya berkata: Saya melihat
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi salam ke sebelah kanan dan sebelah kirinya hingga terlihat putih pipinya.
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim dan An-Nasa-i serta ibnu Majah)
Dari 'Alqomah bin Wa-il, dari bapaknya, ia berkata: Aku sholat
bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka beliau membaca salam ke sebelah kanan (menoleh ke kanan): "As Salamu'alaikum
Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh." Dan kesebelah kiri: "As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi."
(Hadits dikeluarkan oleh
Al Imam Abu Dawud)
Macam-macam
Bacaan Salam
Kadang-kadang beliau membaca:

As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh--- As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi
Wa Barakatuh
atau

As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh--- As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)
atau

As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi--- As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
atau

As Salamu'alaikum Wa Rahmatullahi--- As Salamu'alaikum
(Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Ahmad dan An-Nasa-i)
atau

As Salamu'alaikum dengan sedikit menoleh ke kanan tanpa menoleh ke kiri
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)
Gerak yang dilarang
Sering terlihat orang yang mengucapkan salam ketika menoleh ke-kanan dibarengai dengan gerakan
telapak tangan dibuka kemudian ketika menoleh ke kiri tangan kirinya di buka. Gerakan tangan ini dilarang oleh shallallahu
'alaihi wa sallam.
"Mengapa kamu menggerakkan tangan kamu seperti gerakan ekor
kuda yang lari terbirit-birit dikejar binatang buas? Bila seseorang diantara kamu mengucapkan salam, hendaklah ia berpaling
kepada temannya dan tidak perlu menggerakkan tangannya." [Ketika mereka sholat lagi bersama Rasullullah, mereka tidak melakukannya
lagi]. (Pada riwayat lain disebutkan: "Seseorang diantara kamu cukup meletakkan tangannya di atas pahanya, kemudian ia mengucapkan
salam dengan berpaling kepada saudaranya yang di sebelah kanan dan saudaranya di sebelah kiri).
(Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam Muslim, Abu 'Awanah, Ibnu Khuzaimah dan At-Thabrani).
Diantara
gerakkan bid’ah yang dilakukan saat salam adalah gerakkan yang dilakukan oleh orang syi’ah dengan menepukkan kedua
tangannya di atas paha tiga kali, sebagai pengganti salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal seperti ini dilakukan oleh
syi’ah Iran dan sekitarnya. Maksud dari gerakan itu adalah melaknat malaikat Jibril karena mereka mengatakan Jibril
telah salah menyampaikan wahyu.
Tamat,……….
Dzikir Setelah Sholat
Dari Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz kepada seluruh orang melihat
tulisan ini dari kalangan kaum muslimin
“Merupakan dari perbuatan sunnah, seorang muslim mengucapkan
setelah setiap shalat fardu membaca
ASTAGHFIRULLAH tiga kali, kemudian dilanjutkan dengan:

ALLAHUMMA ANTAS SALAAM WA MINKAS SALAAM TABAARAKTA YAA DZAL
JALAALI WAL IKRAAM
LAA ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHU LAA SYARIIKALAHU, LAHUL MULKU WA
LAHUL HAMDU WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR, LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH

LAA ILAAHA ILLALLAHU, LAA NA'BUDU ILLA IYYAHU, LAHUN NI'MATU
WALAHUL FADHLU WALAHUTS TSANAA-UL HASAN, LAA ILAAHA ILLALLAHU, MUKHLISHIINA LAHUDDINA WALAU KARIHAL KAAFIRUUN, ALLAHUMMA LAA
MAA NI'A LIMAA A'THOITA, WA LAA MU'TIYA LIMAA MANA'TA, WALAA YANFA' DZAL JADDI MINKAL JADDU.
Khusus setelah shalat subuh dan maghrib, bacalah zikir yang
dibawah ini sepuluh kali setelah mengucapkan zikir yang di atas:

LAA ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHU LAA SYARIIKALAHU, LAHUL MULKU WA
LAHUL HAMDU YUHYII WAYUMIIT WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR
Kemudian membaca:
SUBHAANALLAH tigapuluh tiga kali,
ALHAMDULILLAH tigapuluh tiga kali;
ALLAHU AKBAR tigapuluh tiga kali; untuk melengkapi bilangan menjadi seratus bacalah:

LAA ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHU LAA SYARIIKALAHU, LAHUL MULKU WA
LAHUL HAMDU WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR
Kemudian membaca ayat kursi, kemudian surat Al Ikhlas, Al Falaq
dan An Nas, kalau seandainya setelah shalat subuh dan maghrib dibaca tiga kali.
Inilah yang lebih baik (afdhal) dan semoga Allah menganugerahkan
shalawat dan salam kepada nabi kita Muhammad dan atas keluarga beliau dan sahabat-sahabatnya serta yang mengikutinya dengan
baik sampai hari pembalasan.
BEBERAPA KESALAHAN GERAKAN SHOLAT
SHOLAT BERJAMAAH
a. Hukum Shalat Berjama'ah
Shalat berjama'ah itu adalah wajib bagi tiap-tiap mukmin laki-laki, tidak ada keringanan
untuk meninggalkannya terkecuali ada udzur (yang dibenarkan dalam agama). Hadits-hadits yang merupakan dalil tentang hukum
ini sangat banyak, di antaranya:
Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata, Telah datang kepada Nabi shallallaahu
alaihi wasallam seorang lelaki buta, kemudian ia berkata, 'Wahai Rasulullah, aku tidak punya orang yang bisa menuntunku ke
masjid, lalu dia mohon kepada Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam agar diberi keringanan dan cukup shalat di rumahnya.'
Maka Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam memberikan keringanan kepadanya. Ketika dia berpaling untuk pulang, beliau memanggilnya,
seraya berkata, 'Apakah engkau mendengar suara adzan (panggilan) shalat?', ia menjawab, 'Ya.' Beliau bersabda, 'Maka hendaklah
kau penuhi (panggilah itu)'.
(HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu ia berkata: 'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
bersabda, 'Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya' dan shalat Subuh. Seandainya mereka itu mengetahui
pahala kedua shalat tersebut, pasti mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Aku pernah berniat memerintahkan
shalat agar didirikan kemudian akan kuperintahkan salah seorang untuk mengimami shalat, lalu aku bersama beberapa orang sambil
membawa beberapa ikat kayu bakar mendatangi orang-orang yang tidak hadir dalam shalat berjama'ah, dan aku akan bakar rumah-rumah
mereka itu'.
(Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Darda' radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam bersabda, 'Tidaklah berkumpul tiga orang, baik di suatu desa maupun di dusun, kemudian di sana tidak dilaksanakan
shalat berjama'ah, terkecuali syaitan telah menguasai mereka. Maka hendaklah kamu senan-tiasa bersama jama'ah (golongan yang
banyak), karena sesungguhnya serigala hanya akan memangsa domba yang jauh terpisah (dari rombongannya)'.
(HR. Ahmad, Abu
Daud, An-Nasai dan lainnya, hadits hasan )
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa
mendengar panggilan adzan namun tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya, ter-kecuali karena udzur (yang dibenarkan
dalam agama)'.
(HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya, hadits shahih)
Dari Ibnu Mas'ud radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam mengajari kami sunnah-sunnah (jalan-jalan petunjuk dan kebenaran) dan di antara sunnah-sunnah tersebut adalah
shalat di masjid yang dikuman-dangkan adzan di dalamnya.
(HR. Muslim)
b. Keutamaan Shalat Berjama'ah
Shalat berjama'ah mempunyai keutamaan dan pahala yang sangat besar, banyak sekali
hadits-hadits yang menerangkan hal tersebut di antaranya adalah:
Dari Ibnu Umar radhiallaahu anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
bersabda, 'Shalat berjama'ah dua puluh tujuh kali lebih utama daripada shalat sendirian.
(Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Bersabda Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam, 'Shalat seseorang dengan berjama'ah lebih besar pahalanya sebanyak 25 atau 27 derajat daripada shalat di
rumahnya atau di pasar (maksudnya shalat sendirian). Hal itu dikarenakan apabila salah seorang di antara kamu telah berwudhu
dengan baik kemudian pergi ke masjid, tidak ada yang menggerakkan untuk itu kecuali karena dia ingin shalat, maka tidak satu
langkah pun yang dilangkahkannya kecuali dengannya dinaikkan satu derajat baginya dan dihapuskan satu kesalahan darinya sampai
dia memasuki masjid. Dan apabila dia masuk masjid, maka ia terhitung shalat selama shalat menjadi penyebab baginya untuk tetap
berada di dalam masjid itu, dan malaikat pun mengu-capkan shalawat kepada salah seorang dari kamu selama dia duduk di tempat
shalatnya. Para malaikat berkata, 'Ya Allah, berilah rahmat kepadanya, ampunilah dia dan terimalah taubatnya.' Selama ia tidak
berbuat hal yang mengganggu dan tetap berada dalam keadaan suci'.
(Muttafaq 'alaih)
c. Berjama'ah dapat dilaksanakan sekalipun dengan seorang makmum dan seorang imam
Shalat berjama'ah bisa dilaksanakan dengan seorang makmum dan seorang imam, sekalipun salah seorang di antaranya adalah anak
kecil atau perempuan. Dan semakin banyak jumlah jama'ah dalam shalat semakin disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dari Ibnu Abbas radhiallaahu anhuma, ia berkata, 'Aku pernah bermalam di rumah bibiku,
Maimunah (salah satu istri Nabi shallallaahu alaihi wasallam), kemudian Nabi shallallaahu alaihi wasallam bangun untuk shalat
malam, maka aku pun ikut bangun untuk shalat bersamanya, aku berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau menarik kepalaku
dan menempatkanku di samping kanannya'.
(Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Sa'id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiallaahu anhuma, keduanya berkata,
'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa ba-ngun di waktu malam hari kemudian dia membangunkan isterinya,
kemudian mereka berdua shalat berjama'ah, maka mereka berdua akan dicatat sebagai orang yang selalu berdzikir kepada Allah'.
(HR.
Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)
Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiallaahu anhu, 'Bahwasanya seorang laki-laki masuk masjid
sedangkan Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam sudah shalat bersama para sahabatnya, maka beliau pun bersabda, 'Siapa yang
mau bersedekah untuk orang ini, dan menemaninya shalat.' Lalu berdirilah salah seorang dari mereka kemudian dia shalat bersamanya'.
(HR.
Abu Daud dan At-Tirmidzi, hadits shahih)
Dari Ubay bin Ka'ab radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam bersabda, Shalat seseorang bersama orang lain (berdua) lebih besar pahalanya dan lebih mensucikan daripada shalat
sendirian, dan shalat seseorang ditemani oleh dua orang lain (bertiga) lebih besar pahalanya dan lebih menyucikan daripada
shalat dengan ditemani satu orang (berdua), dan semakin banyak (jumlah jama'ah) semakin disukai oleh Allah Ta'ala'.
(HR.
Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai, hadits hasan)
d. Hadirnya Wanita Di Masjid dan Keutamaan Shalat Wanita Di Rumahnya
Para wanita boleh pergi ke masjid dan ikut melaksanakan shalat berjama'ah dengan
syarat menghindarkan diri dari hal-hal yang membangkitkan syahwat dan menim-bulkan fitnah, seperti mengenakan perhiasan, bersolek
dan menggunakan wangi-wangian. Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda:
Janganlah kalian melarang para wanita (pergi) ke masjid dan hendaklah mereka keluar
dengan tidak me-makai wangi-wangian.
(HR. Ahmad dan Abu Daud, hadits shahih)
Dan beliau juga bersabda:
Perempuan yang mana saja yang memakai wangi-wangian, maka janganlah dia ikut shalat
Isya' berjama'ah bersama kami.
(HR. Muslim)
Pada kesempatan lain, beliau juga bersabda:
Perempuan yang mana saja yang memakai wangi-wangian, kemudian dia pergi ke masjid,
maka shalatnya tidak diterima sehingga dia mandi.
(HR. Ibnu Majah, hadits shahih)
Jika salah seorang dari kalian (wanita) menghadiri mesjid maka janganlah menyentuh
wangi-wangian.
(HR. Muslim)
Beliau juga bersabda:
Jangan kamu melarang istri-istrimu (shalat) di masjid, namun rumah mereka sebenarnya
lebih baik untuk mereka.
(HR. Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)
Dalam sabdanya yang lain:
Shalat seorang wanita di salah satu ruangan rumahnya lebih utama daripada di bagian
tengah rumahnya dan shalatnya di kamar (pribadi)-nya lebih utama daripada (ruangan lain) di rumahnya.
(HR. Abu Daud dan
Al-Hakim)
Beliau bersabda pula:
Sebaik-baik tempat shalat bagi kaum wanita adalah bagian paling dalam (tersembunyi)
dari rumahnya.
(HR. Ahmad dan Al-Baihaqi, hadits shahih)
BUKU-BUKU RUJUKAN
|
1. |
Sifat Sholat Nabi Edisi Revisi, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Penerbit : Media Hidayah, Yogyakarta, Cetakan Pertama
Terjemahan dari Kitab Shifatu Shalaati an Nabiyyi Shallallahi
'Alaihi wa Sallam min at-Takbiiri ilaa at Tasliimi Ka-annaka Taraahaa |
|
2. |
Sifat Shalat Nabi, karya Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin
Penerbit : At Tibyan, Solo
Terjemahan dari Kitab Shifatus Shalah |
|
3. |
Sifat Sholat Nabi SAW dan Dzikir-dzikir Pilihan, karya Syaikh
Muhammad bin Shalih Utsaimin dan Syaikh Abdulaziz bin Baz
Penerbit : Pustaka Al Kautsar, Jakarta, Cetakan ke-10
Terjemahan dari Kitab Fatawa Hammah wa Risalah fii Shifati Sholatin
Nabii Saw |
|
4. |
Fikih Sunnah Jilid 1 dan 2, karya Sayyid Sabiq
Penerbit : PT. Al Ma'arif, Bandung, Cetakan ke-14
Terjemahan dari Kitab Fiqhus Sunnah |
|
5. |
Al Fiqhu lilmustawar raabi'il ibtida-i, silsilatul
manahijid diraasah
Penerbit : Jum'iyatu Ihyaut Turots Al-Islamii -Lajnah Junuubi
Syarqi Asiya |
|
6. |
Koreksi Total Ritual Sholat, karya Abu Ubaid Masyhur bin Hasan
Mahmud bin Salman
Penerbit : Pustaka Azzam, Jakarta, Cetakan ke-3
Terjemahan dari Kitab al Qaulul mubin fii akhta-il Mushallin |
|
7. |
Kumpulan Tulisan tentang Sholat, penyusun
: Ustadz Abdul Hakim Abdat |
|
8. |
Diktat Sholat, anonim
Penerbit: Pondok Pesantren Islam Al-Mukmin, Ngruki, Cemani,
Sukoharjo. |
|
9. |
Sifat Wudhu Nabi, karya Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin
Sumber: www.alsofwah.or.id/html/tc_wudhu.html |
|
10. |
Shalat karya Syeikh Abdullah bin Sholeh
Al Ubailan |
| 11. |
Tuntunan Shalat menurut Al-Quran dan As-Sunnah, karya Syaikh
Abdullah bin Abdurrahman Jibrin
Penerbit At-Tibyan, Solo |