Menulusuri jejak Sunnah - Firqotun Najiyah

Wahaby
Home | Thibbun An Nabawi | Link | Mengenal Ulama | Artikel Umum | Referensi | Aqidah | Firqah baru | Fiqih | Hadits | Sejarah | Sholat Kita | Informasi

PENGERTIAN WAHABI

(Jalan Golongan yang Selamat, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Darul Haq, Cetakan II, hal. 55-62)


Orang-orang biasa menuduh "wahabi" kepada setiap orang yang
melanggar tradisi, kepercayaan dan bid'ah mereka, sekalipun
kepercayaan-kepercayaan mereka itu rusak, bertentangan dengan Al-
Quranul Karim dan hadits-hadits shahih. Mereka menentang dakwah kepada tauhid dan enggan berdoa (memohon) hanya kepada Allah
semata.

Suatu kali, di depan seorang Syaikh penulis membacakan hadits
riwayat Ibnu Abbas yang terdapat dalam kitab Al-Arba'in An-Nawawiyah. Hadits ini berbunyi:

"Jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)

Penulis sungguh kagum dengan terhadap keterangan Imam Nawawi
ketika beliau mengatakan, "Kemudian jia kebutuhan yang dimintanya  -menurut tradisi- di luar batas kemampuan manusia, seperti meminta hidayah (petunjuk), ilmu, kesembuhan dari sakit dan kesehatan, maka hal-hal itu (mesti) memintanya hanya kepada Allah semata. Dan jika hal-hal di atas dimintanya kepada makhluk maka itu amat tercela."

Lalu kepada Syaikh tersebut penulis katakan, "Hadits ini berikut
keterangannya menegaskan tidak dibolehkannya meminta pertolongan  kepada selain Allah." Ia lalu menyergah, "Malah sebaliknya, hal itu dibolehkan."

Penulis lalu bertanya, "Apa dalil anda?" Syaikh itu ternyata marah
sambil berkata dengan suara tinggi, "Sesungguhnya bibiku berkata,
wahai Syaikh Sa'd" (1) dan Aku bertanya padanya, "Wahai bibiku,
apakah Syaikh Sa'd dapat memberi manfaat kepadamu?!" Ia menjawab, "Aku berdoa (meminta) kepadanya, sehingga ia menyampaikannya kepada Allah, lalu Allah menyembuhkanku."

Lalu penulis berkata, "Sesungguhnya engkau adalah seorang alim.
Engkau banyak habiskan umurmu untuk membaca kitab-kitab. Tetapi sungguh mengherankan, engkau justru mengambil aqidah dari bibimu yang bodoh itu."

Ia lalu berkata, "Pola pikirmu adalah pola pikir wahabi. Engkau
pergi berumrah lalu datang dengan membawa kitab-kitab wahabi."

Padahal penulis tidak mengenal sedikitpun tentang wahabi, kecuali
sekadar yang penulis dengar dari para Syaikh. Mereka berkata
tentang wahabi, "Orang-orang wahabi adalah mereka yang melanggar tradisi orang kebanyakan. Mereka tidak percaya kepada wali dan karamah-karamahnya, tidak mencintai Rasul dan berbagai tunduhan dusta lainnya."

Jika orang-orang wahabi adalah mereka yang percaya hanya kepada pertolongan Allah semata, dan percaya yang menyembuhkan hanyalah Allah, maka aku wajib mengenal wahabi lebih jauh.

Kemudian penulis tanyakan jama'ahnya, sehingga penulis mendapat
informasi bahwa pada setiap Kamis sore mereka menyelenggarakan
pertemuan untuk mengkaji pelajaran tafsir, hadits, dan fiqh.

Bersama anak-anak penulis dan sebagian pemuda intelektual, penulis mendatangi majelis mereka kami masuk ke sebuah ruangan yang besar.  Sejenak kami menanti, sampai tiada berapa lama seorang Syaikh yang sudah berusia masuk ruangan. Beliau memberi salam kepada kami dan menjabat tangan semua hadirin dimulai dari sebelah kanan, lalu beliau duduk di kursi dantak seorang pun berdiri untuknya. Penulis berkata dalam hati, "Ini adalah seorang Syaikh yang tawadhu'  (rendah hati), tidak suka orang berdiri untuknya (dihormati)."

Lalu Syaikh membuka pelajaran-pelajaran dengan ucapan,
"Sesungguhnya segala puji adalah untuk Allah. Kepada Allah kami
memuji, memohon pertolongan dan ampunan...", dan selanjutnya
hingga selesai, sebagaimana Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam
biasa membuka khutbah dan pelajarannnya.

Kemudian Syaikh itu memulai bicara dengan menggunakan bahasa Arab.  Beliau menyampaikan hadits-hadits seraya menjelaskan derajat shahih-nya dan para perawinya. Setipa kali menyebut nama Nabi, beliau mengucapkan shalawat atasnya. Di akhir pelajaran, beberapa soal tertulis diajukan kepadanya. Beliau menjawab soal-soal itu  dengan dalil dari Al-Quranun Karim dan sunnah Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Beliau berdiskusi dengan hadirin dan tidak menolak setiap penanya. Di akhir pelajaran, beliau berkata,
"Segala puji bagi Allah bahwa kita termasuk orang-orang Islam dan
salaf.(2) Sebagian orang menuduh kita orang-orang wahabi. Ini
termasuk tanaabuzun bil alqab (memanggil dengan panggilan-
panggilan yang buruk). Allah melarang kita dari hal itu dengan
firman-Nya,
"Dan janganlah kamu panggil-mamanggil dengan gelar-gelaran yang buruk." (Al-Hujurat: 11)


Dahulu, mereka menuduh Imam Syafi'I dengan rafidhah. Beliau lalu
membantah mereka dengan mengatakan, "Jika rafidhah (berarti)
mencintai keluarga Muhammad. Maka hendaknya jin dan manusia
menyaksikan bahwa sesungguhnya aku adalah rafidhah."

Maka, kita juga membantah orang-orang yang menuduh kita wahabi, dengan ucapan salah seorang penyair,
"Jika pengikut Ahmad adalah wahabi. Maka aku berikrar bahwa sesungguhnya aku wahabi."

Ketika pelajaran usai, kami keluar bersama-sama sebagian para
pemuda. Kami benar-benar dibuat kagum oleh ilmu dan kerendahan
hatinya. Bahkan aku mendengar salah seorang mereka berkata,
"Inilah Syaikh yang sesungguhnya!"

A. PENGERTIAN WAHABI

Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan Allah), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab.
Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan Muhammadi nisbat
kepada namanya, yaitu Muhammad. Betapa pun begitu, ternyata Allah menghendaki nama wahabi sebagai nisbat kepada Al-Wahhaab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah yang baik (Asmaa'ul Husnaa).

B. MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB

Beliau dilahirkan di kota 'Uyainah, Nejed pada tahun 1115 H. Hafal
Al-Quran sebelum berusia sepuluh tahun. Belajar kepada ayahandanya tentang fiqih Hanbali, belajar hadits dan tafsir kepada para Syaikh dari berbagai negeri, terutama di kota Madinah. Beliau
memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Memelihara kemurnian tauhid dari syirik, khurafat dan bid'ah, sebagaimana banyak ia saksikan di Nejed dan negeri-negeri lainnya. Demikian juga soal menyucikan dan mengkultuskan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar.

Ia mendengar banyak wanita di negerinya ber-tawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata, "Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini."

Di Hejaz, ia melihat pengkultusan kuburan para shahabat, keluarga
Nabi, (ahlul bait), serta kuburan Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam,hal yang sesungguhnya tidak boleh  dilakukan, kecuali kepada Allah semata.

Di Madinah, Ia mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, serta berdoa (memohon)
kepada selain Allah, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Quran dan sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Al-Quran menegaskan,

"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika berbuat (yang demikian itu), sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim." (Yunus: 106)

Zhalim dalam ayat ini berarti syirik. Suatu kali, Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam berkata kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas:

"Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hasan shahih)

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menyeru kaummnya kepada tauhid dan berdoa (memohon) kepada Allah semata, sebab Dialah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan, sedangkan selainNya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan menjadikannya perantara antara manusia dengan Allah, dan juga tidak menjadikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah.

1. Penentangan orang-orang batil terhadapnya:

Para ahli bid'ah menentang keras dakwah tauhid yang dibangun oleh
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Ini tidak mengherankan, sebab musuh-musuh tauhid telah ada sejak zaman Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam. Bahkan mereka merasa heran terhadap dakwah
kepada tauhid. Allah berfirman:

"Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (Shaad: 5)

Musuh-musuh Syaikh memulai perbuatan kejinya dengan memerangi dan menyebarluaskan berita-berita bohong tentangnya. Bahkan mereka bersekongkol untuk membunuhnya dengan maksud agar dakwahnya terputus dan tak berkelanjutan. Tetapi Allah Subhana wa Ta'ala menjaganya dan memberinya penolong sehingga dakwah tauhid tersebar luas di Hejaz, dan di negara-negara Islam lainnya.

Meskipun demikian, hingga saat ini, masih ada pula sebagian
manusia yang menyebarluaskan berita-berita bohong. Misalnya,
mereka mengatakan dia (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) adalah pembuat madzhab yang kelima(3), padahal dia adalah seorang penganut madzhab Hanbali. Sebagian mereka mengatakan, orang-orang wahabi tidak mencintai Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam serta tidak bershalawat di atasnya. Mereka anti bacaan shalawat.

Padahal kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab -
rahimahullah- telah menulis kitab Mukhtashar Siiratur Rasul
shalallahu 'alaihi wasallam. Kitab ini bukti sejarah atas
kecintaan Syaikh kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
Mereka mengada-adakan berbagai cerita dusta tentang Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab, suatu hal yang karenanya mereka bakal dihisab pada hari Kiamat.

Seandainya mereka mau mempelajari kitab-kitab beliau dengan penuh kesadaran, niscaya mereka akan menemukan Al-Quran, hadits dan ucapan shahabat sebagai rujukannya.

Seseorang yang dapat dipercaya memberitahukan kepada penulis,
bahwa ada salah seorang ulama yang memperingatkan dalam pengajian-pengajiannya dari ajaran wahabi. Suatu hari, salah seorang dari hadirin memberinya sebuah kitab karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebelum diberikan, ia hilangkan terlebih dahulu nama pengarangnya. Ulama itu membaca kitab tersebut dan amat kagum dengan kandungannya. Setelah mengetahui siapa penulis buku yang dibaca, mulailah ia memuji Muhammad bin Abdul Wahab.

2. Dalam sebuah hadits disebutkan;

"Ya Allah, berilah keberkahan kepada kami di negeri Syam, dan di negeri Yaman. Mereka berkata, 'Dan di negeri Nejed.' Rasulullah berkata, 'Di sana banyak terjadi berbagai kegoncangan dan fitnah, dan di sana (tempat) munculnya para pengikut setan." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar Al-'Asqalani dan ulama lainnya menyebutkan, yang
dimaksud Nejed dalam hadits di atas adalah Nejed Iraq. Hal itu
terbukti dengan banyaknya fitnah yang terjadi di sana. Kota yang
juga di situ Al-Husain bin Ali radhiallahu 'anhuma dibunuh.

Hal ini berbeda dengan anggapan sebagian orang, bahwa yang
dimaksud dengan Nejed adalah Hejaz, kota yang tidak pernah tampak di dalamnya fitnah sebagaimana yang terjadi Iraq. Bahkan
sebaliknya, yang tampak di Nejed Hejaz adalah tauhid, yang
karenanya Allah menciptakan alam, dan karenanya pula Allah
mengutus para rasul.

3. Sebagian ulama yang adil sesungguhnya menyebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah salah seorang mujaddi (pembaharu) abad dua belas Hijriyah. Mereka menulis buku-buku tentang beliau.
Di antara para pengarang yang menulis buku tentang Syaikh adalah
Syaikh Ali Thanthawi. Beliau menulis buku tentang "Silsilah Tokoh-Tokoh Sejarah", di atanra mereka terdapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ahmad bin 'Irfan.

Dalam buku tersebut beliau menyebutkan, aqidah tauhid sampai ke
India dan negeri-negeri lainnya melalui jama'ah haji dari kaum
muslimin yang terpengaruh dakwah tauhid di kota Makkah. Karena
itu, kompeni Inggris yang menjajah India ketika itu, bersama-sama
dengan musuh-musuh Islam memerangi aqidah tauhid tersebut. Hal itu dilakukan, karena mereka mengetahui bahwa aqidah tauhid akan
menyatukan umat Islam dalam melawan mereka.

Selanjutnya mereka mengomando kepada kaum Murtaziqah (orang-orang bayaran) agar mencemarkan nama baik dakwah kepada tauhid. Maka mereka pun menuduh setiap muwahhid yang menyeru kepada tauhid dengan kata wahabi. Kata itu mereka maksudkan sebagai padanan dari tukang bid'ah sehingga memalingkan umat Islam dari aqidah tauhid yang menyeru agar umat manusia berdoa hanya semata-mata kepada Allah. Orang-orang bodoh itu tidak mengetahui bahwa kata wahabi adalah nisbat kepada Al-Wahhaab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari Nama-nama Allah yang paling baik (Asma'ul Husna) yang memberikan kepadanya tauhid dan menjanjikananya masuk Surga.


(1) Dia memohon pertolongan kepada Syaikh Sa'd yang dikuburkan di dalam masjidnya.
(2) Orang-orang salaf adalah mereka yang mengikuti jalan para
salafus shaleh. Yaitu Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, para
shahabat dan tabi'in.

(3) Sebab yang terkenal dalam dunia fiqih hanya ada empat madzhab: Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali.


Jika anda melihat kebenaran didalamnya, maka pujilah Allah tabaraka wata`ala dan jika anda mendapati kebalikanya ,saya  berharap anda berkenan menegur saya,serta berikanlah doŽa kebaikan untuk saya, semoga Allah meluruskan kesalahan saya dan mengampuni keteledoran saya... !!
kritik + saran: loper_kor4n@yahoo.com  Last update ,25 november 2010
Terhitung sejak,16 April 2005 anda pengunjung yang ke: